Pages

Bhagavad Gita - Bab II

0 komentar
 
Atha Dwitiyo ‘Dhyayah
Bab II
Samkhya Yoga

2-1
sanjaya uvaca
tam tatha kripayavistam
asru-purnakuleksanam
visidantam idam vakyam
uvaca madhusudanah


“Sanjaya said: Seeing Arjuna full of compassion, his mind depressed, his eyes full of tears, Madhusudana, Krishna, spoke the following words.”

Sanjaya berkata:
Kepada (yang) diliputi dengan perasaan belas kasihan; yang pelupuk matanya dipenuhi dengan air mata dan kesedihan yang mendalam serta tertekan dalam pikirannya, Madhusudana (Krsna) berkata sebagai berikut:

2-2
sri-bhagavan uvaca
kutas tva kasmalam idam
visame samupasthitam
anarya-justam asvargyam
akirti-karam arjuna


“The Supreme Personality of Godhead said: My dear Arjuna, how have these impurities come upon you? They are not at all befitting a man who knows the value of life. They lead not to higher planets but to infamy.”

Sri Bhagavan (Krsna) bersabda:
Dari manakah datangnya kedukaan dan patah semangat di saat yang kritis ini? (Sifat yang demikian) itu tak dikenal oleh orang-orang mulia (tidak diperkenankan oleh orang-orang Aryan); ia tak akan membawa(mu) menuju surga (dan di bumi ini) itu akan menyebabkan dipermalukan (orang), wahai Arjuna


2-3
klaibyam ma sma gamah partha
naitat tvayy upapadyate
ksudram hridaya-daurbalyam
tyaktvottistha parantapa


“O son of Pritha, do not yield to this degrading impotence. It does not become you. Give up such petty weakness of heart and arise, O chastiser of the enemy.”

Jangan biarkan kelemahan itu, wahai Partha (Arjuna), karena hal ini bukan sifatmu. Buanglah sikap pengecut yang tidak ada artinya ini dan bangkitlah, wahai Parantapa (penakluk musuh-musuh; Arjuna)


2-4
arjuna uvaca
katham bhismam aham sankhye
dronam ca madhusudana
isubhih pratiyotsyami
pujarhav ari-sudana


“Arjuna said: O killer of enemies, O killer of Madhu, how can I counterattack with arrows in battle men like Bhishma and Drona, who are worthy of my worship?”

Arjuna berkata:
Bagaimana (mungkin) aku mampu menyerang kakek Bhisma dan guru Drona, yang patut kuhormati itu, wahai Madhusudana (Krsna), dengan menggunakan anak-anak panah dalam pertempuran ini, wahai Arisudana (pembantai musuh-musuh; Krsna)


2-5
gurun ahatva hi mahanubhavan
sreyo bhoktum bhaiksyam apiha loke
hatvartha-kamams tu gurun ihaiva
bhunjiya bhogan rudhira-pradigdhan


“It would be better to live in this world by begging than to live at the cost of the lives of great souls who are my teachers. Even though desiring worldly gain, they are superiors. If they are killed, everything we enjoy will be tainted with blood.”

Di dunia ini lebih baik menjadi pengemis peminta-minta dari pada membunuh para guru mulia ini. Walaupun mereka mabuk duniawi, mereka tetap sebagai guruku; dan dengan membunuhnya, aku hanya akan menikmati kesenangan duniawi ini dengan lumuran darah.


2-6
na caitad vidmah kataran no gariyo
yad va jayema yadi va no jayeyuh
yan eva hatva na jijivisamas
te ’vasthitah pramukhe dhartarastrah


“Nor do we know which is better—conquering them or being conquered by them. If we killed the sons of Dhritarashtra, we should not care to live. Yet they are now standing before us on the battlefield.”

Kita tidak tahu pasti yang manakah yang lebih baik; apakah kita menumpas mereka ataukah mereka menumpas kita. Putra-putra Dhrtarastra yang apabila kita bunuh dan tidak memperdulikan kehidupannya, semuanya berdiri di depan kita dalam formasi siap tempur.


2-7
karpanya-dosopahata-svabhavah
prcchami tvam dharma-sammudha-cetah
yac chreyah syan niscitam bruhi tan me
shishyas te ’ham sadhi mam tvam prapannam


“Now I am confused about my duty and have lost all composure because of miserly weakness. In this condition I am asking You to tell me for certain what is best for me. Now I am Your disciple, and a soul surrendered unto You. Please instruct me.”

Keadaanku merasa terpukul oleh kelemahan akan rasa iba (sentimental) dan pikiranku bingung tentang tugas kewajibanku. Aku bertanya kepada-Mu, jelaskanlah secara pasti, manakah yang lebih baik. Aku adalah murid-Mu, jelaskanlah padaku, yang berlindung pada-Mu.


2-8
na hi prapasyami mamapanudyad
yac chokam ucchosanam indriyanam
avapya bhumav asapatnam rddham
rajyam suranam api cadhipatyam


“I can find no means to drive away this grief which is drying up my senses. I will not be able to dispel it even if I win a prosperous, unrivaled kingdom on earth with sovereignty like the demigods in heaven.”

Aku tidak melihat apa yang akan menyingkirkan kesedihan yang menghentikan indra-indraku ini, walaupun aku menjadi kaya dan mendapatkan kerajaan yang tak tertandingi di bumi ini, ataupun penguasaan atas para dewa


2-9
sanjaya uvaca
evam uktva hrishikesham
gudakeshah parantapah
na yotsya iti govindam
uktva tusnim babhuva ha


“Sanjaya said: Having spoken thus, Arjuna, chastiser of enemies, told Krishna, “Govinda, I shall not fight,” and fell silent.”

Sanjaya berkata:
Setelah mengutarakan keluhannya kepada Hrsikesa (Krsna), Gudakesa (Arjuna) yang perkasa berkta kepada Govinda (Krsna): “Aku tak mau bertempur”, dan diam terhenyak.


2-10
tam uvaca hrishikeshah
prahasann iva bharata
senayor ubhayor madhye
visidantam idam vacah


“O descendant of Bharata, at that time Krishna, smiling, in the midst of both the armies, spoke the following words to the grief-stricken Arjuna.”

Kepada yang tertimpa perasaan tertekan di tengah-tengah kedua pasukan itu, wahai Bharata (Dhrtarastra), sambil tersenyum Hrsikesa (Krsna) menyampaikan kata-kata ini:


2-11
sri-bhagavan uvaca
asocyan anvasocas tvam
prajna-vadams ca bhasase
gatasun agatasums ca
nanusocanti panditah


“The Supreme Personality of Godhead said: While speaking learned words, you are mourning for what is not worthy of grief. Those who are wise lament neither for the living nor for the dead.”

Sri Bhagava (Krsna) bersabda:

Engkau bersedih terhadap mereka yang tak patut kamu sedihi, namun kamu berbicara tentang kebijaksanaan. Orang bijaksana tak akan bersedih baik terhadap mereka yang hidup maupun yang mati


2-12
na tv evaham jatu nasam
na tvam neme janadhipah
na caiva na bhavisyamah
sarve vayam atah param


“Never was there a time when I did not exist, nor you, nor al these kings; nor in the future shall any of us cease to be.”
Tak pernah ada saat-saat dimana Aku, engkau dan para raja manusia tak pernah ada, ataupan akan senantiasa ada nantinya, manakala kita semua berhenti adanya


2-13
dehino ’smin yatha dehe
kaumaram yauvanam jara
tatha dehantara-praptir
dhiras tatra na muhyati


“As the embodied soul continuously passes, in this body, from boyhood to youth to old age, the soul similarly passes into another body at death. A sober person is not bewildered by such a change.”

Seperti halnya sang roh yang melewatkan waktunya dalam badan ini dari masa kanak-kanak, remaja dan usia tua, demikian juga bila ia berpindah ke badan yang lainnya. Orang bijaksana tak akan terbingungkan oleh hal ini.


2-14
matra-sparshas tu kaunteya
sitosna-sukha-duhkha-dah
agamapayino ’nityas
tams titiksasva bharata


“O son of Kunti, the nonpermanent appearance of happiness and distress, and their disappearance in due course, are like the appearance and disappearance of winter and summer seasons. They arise from sense perception, O scion of Bharata, and one must learn to tolerate them without being disturbed.”

Hubungannya dengan obyek-obyek indranya, wahai Kaunteya (putra Kunti; Arjuna), menimbulkan panas dan dingin, suka dan duka. Semuanya muncul dan lenyap, tak abadi, (karenanya belajarlah untuk menanggungnya, wahai Bharata (Arjuna)


2-15
yam hi na vyathayanty ete
purusham purusharsabha
sama-duhkha-sukham dhiram
so ’mrtatvaya kalpate
“O best among men [Arjuna], the person who is not disturbed by happiness and distress and is steady in both is certainly eligible for liberation.”

Orang yang tak tergoyahkan oleh hal-hal ini, wahai pemimpin di antara manusia (Arjuna), yang tegap (menganggap) sama dalam menerima kedukaan dan kesenangan, yang bijaksana menjadikan dirinya layak untuk hidup abadi.


2-16
nasato vidyate bhavo
nabhavo vidyate satah
ubhayor api drsto ’ntas
tv anayos tattva-darshibhih


“Those who are seers of the truth have concluded that of the nonexistent [the material body] there is no endurance and of the eternal [the soul] there is no change. This they have concluded by studying the nature of both.”

Yang bukan keberadaan, tak akan pernah ada; dari keberadaan ini tak akan berhenti adanya. Kedua hal ini telah dipahami oleh para pengamat kebenaran.


2-17
avinasi tu tad viddhi
yena sarvam idam tatam
vinasam avyayasyasya
na kascit kartum arhati


“That which pervades the entire body you should know to be indestructible. No one is able to destroy that imperishable soul.”

Ketahuilah bahwa yang meliputi semuanya ini tak dapat dimusnahkan. Terhadap keberadaan yang abadi ini, tak seorangpun dapat memusnahkannya.


2-18
antavanta ime deha
nityasyoktah saririnah
anasino ’prameyasya
tasmad yudhyasva bharata


“The material body of the indestructible, immeasurable and eternal living entity is sure to come to an end; therefore, fight, O descendant of Bharata.”

Dikatakan bahwa badan dari perwujudan (roh) abadi yang tak termusnahkan dan yang tak terpahami ini akan berakhir juga. Oleh karena itu bertempurlan, wahai Bharata (Arjuna).


2-19
ya enam vetti hantaram
yas cainam manyate hatam
ubhau tau na vijanito
nayam hanti na hanyate


“Neither he who thinks the living entity the slayer nor he who thinks it slain is in knowledge, for the self slays not nor is slain.”

Ia yang berpikir bahwa Ia membunuh dan ia yang berpikir bahwa Ia terbunuh; keduanya gagal untuk memahami kebenaran; (karena) Dia tak membunuh maupun terbunuh.


2-20
na jayate mriyate va kadacin
nayam bhutva bhavita va na bhuyah
ajo nityah sasvato ’yam purano
na hanyate hanyamane sarire


“For the soul there is neither birth nor death at any time. He has not come into being, does not come into being, and will not come into being. He is unborn, eternal, ever-existing and primeval. He is not slain when the body is slain.”

Dia tak pernah lahir ataupun mati kapanpun juga, demikian pula setelah ada tak akan berhenti untuk tetap ada. Dia tak terlahirkan, kekal, abadi dan dari jaman dahulu tetap demikian selamanya. Dia tak akan terbunuh manakala badan terbunuh.


2-21
vedavinasinam nityam
ya enam ajam avyayam
katham sa purushah partha
kam ghatayati hanti kam 


“O Partha, how can a person who knows that the soul is indestructible, eternal, unborn and immutable kill anyone or cause anyone to kill?”

Ia yang mengetahui bahwa Dia tak termusnahkan dan abadi, tak terciptakan dan kekal, bagaimana pribadi semacam itu dapat membunuh seseorang, waha Partha (Arjuna), ataupun menyebabkan seseorang untuk membunuh?


2-22
vasamsi jirnani yatha vihaya
navani grhnati naro ’parani
tatha sarirani vihaya jirnany
anyani samyati navani dehi


“As a person puts on new garments, giving up old ones, the soul similarly accepts new material bodies, giving up the old and useless ones.”

Bagaikan seseorang yang menanggalkan pakaian usang dan mengenakan pakaian lain yang baru, demikianlah roh yang berwujud mencampakkan badan lama yang telah usang dan mengenakan badan jasmani yang baru.


2-23
nainam chindanti shastrani
nainam dahati pavakah
na cainam kledayanty apo
na sosayati marutah


“The soul can never be cut to pieces by any weapon, nor burned by fire, nor moistened by water, nor withered by the wind.”

Senjata tak dapat melukai sang diri ini; api tak dapat membakar-Nya; air tak dapat membasahi-Nya dan anginpun tak dapat mengeringkan-Nya.


2-24
acchedyo ’yam adahyo ’yam
akledyo ’sosya eva ca
nityah sarva-gatah sthanur
acalo ’yam sanatanah


“This individual soul is unbreakable and insoluble, and can be neither burned nor dried. He is everlasting, present everywhere, unchangeable, immovable and eternally the same.”

Dia tak dapat dilukai ataupun dibakar; Dia juga tak terbasahi ataupun terkeringkan. Dia bersifat abadi, meliputi segalanya, tak berubah dan tak bergerak; dan tetap sama selamanya.


2-25
avyakto ’yam acintyo ’yam
avikaryo ’yam ucyate
tasmad evam viditvainam
nanusocitum arhasi


“It is said that the soul is invisible, inconceivable and immutable. Knowing this, you should not grieve for the body.”

Dia dikatakan tak termanifestasikan, tak terpikirkan dan tak berubah-ubah. Oleh karena itu, ketahuilah Dia sebagaimana adanya, engkau hendaknya jangan berduka.


2-26
atha cainam nitya-jatam
nityam va manyase mrtam
tathapi tvam maha-baho
nainam socitum arhasi


“If, however, you think that the soul [or the symptoms of life] is always born and dies forever, you still have no reason to lament, O mighty-armed.”

Walaupun seandainya engkau berpikir bahwa sang diri itu terus menerus lahir dan mati, namun, wahai yang berlengan perkasa (Arjuna), janganlah engkau bersedih


2-27
jatasya hi dhruvo mrityur
dhruvam janma mrtasya ca
tasmad apariharye ’rthe
na tvam socitum arhasi


“One who has taken his birth is sure to die, and after death one is sure to take birth again. Therefore, in the unavoidable discharge of your duty, you should not lament.”

Bagi seseorang yang lahir, kematian sudahlah pasti dan pasti ada kelahiran bagi mereka yang mati; sehingga terhadap hal yang tak terelakkan ini, janganlah engkau berduka.


2-28
avyaktadini bhutani
vyakta-madhyani bharata
avyakta-nidhanany eva
tatra ka paridevana


“All created beings are unmanifest in their beginning, manifest in their interim state, and unmanifest again when annihilated. So what need is there for lamentation?”

Makhluk-makhluk pada awalnya tak berwujud, berwujud di tengah-tengah dan tak berwujud kembali pada akhirnya, wahai Bharata (Arjuna). Apa yang mesti diratapi?


2-29
ascarya-vat pasyati kascid enam
ascarya-vad vadati tathaiva canyah
ascarya-vac cainam anyah srnoti
srutvapy enam veda na caiva kascit


“Some look on the soul as amazing, some describe him as amazing, and some hear of him as amazing, while others, even after hearing about him, cannot understand him at all.”

Seseorang memandang-Nya sebagai mengherankan, yang lain membicarakan tentang Dia sebagai suatu yang mengherankan; yang lainnya lagi mendengar tentang Dia sebagai sesuatu yang mengherankan; namun setelah mendengarkan ini, tak seorangpun dapat memahami-Nya.


2-30
dehi nityam avadhyo ’yam
dehe sarvasya bharata
tasmat sarvani bhutani
na tvam socitum arhasi


“O descendant of Bharata, he who dwells in the body can never be slain. Therefore you need not grieve for any living being.”

Penghuni badan setiap orang, wahai Bharata (Arjuna), semuanya abadi dan tak pernah dapat dibunuh. Karenanya, engkau tak perlu bersedih atas kematian makhluk apapun.


2-31
sva-dharmam api caveksya
na vikampitum arhasi
dharmyad dhi yuddhac chreyo ’nyat
kshatriyasya na vidyate


“Considering your specific duty as a kshatriya, you should know that there is no better engagement for you than fighting on religious principles; and so there is no need for hesitation.”

Selanjutnya, setelah menyadari akan tugas kewajibanmu, engkau hendaknya jangan gentar; karena di sana tak ada kebaikan yang lebih besar bagi seorang Ksatriya dibandingkan dengan pertempuran yang dibarengi dengan kewajiban untuk melakukan hal itu.


2-32
yadrcchaya copapannam
svarga-dvaram apavrtam
sukhinah kshatriyah partha
labhante yuddham idrsam


“O Partha, happy are the kshatriyas to whom such fighting opportunities come unsought, opening for them the doors of the heavenly planets.”

Berbahagialah para Ksatriya, wahai Partha (Arjuna), yang mendapat kesempatan berperang seperti itu, karena tanpa harus berusaha keras, pintu surga telah terbuka baginya.


2-33
atha cet tvam imam dharmyam
sangramam na karishyasi
tatah sva-dharmam kirtim ca
hitva papam avapsyasi


“If, however, you do not perform your religious duty of fighting, then you will certainly incur sins for neglecting your duties and thus lose your reputation as a fighter.”

Tetapi, apabila engkau tidak melakukan perang menegakkan keadilan ini, lalu engkau akan melaksanakan kewajiban dan kehilangan kehormatanmu serta tertimpa oleh dosa-dosa.


2-34
akirtim capi bhutani
kathayisyanti te ’vyayam
sambhavitasya cakirtir
maranad atiricyate


“People will always speak of your infamy, and for a respectable person, dishonor is worse than death.”

Di samping itu, orang akan terus membicarakan nama burukmu dan bagi seseorang yang terhormat, mendapat nama buruk itu lebih menyakitkan dari pada kematian..


2-35
bhayad ranad uparatam
mamsyante tvam maha-rathah
yesham ca tvam bahu-mato
bhutva yasyasi laghavam


“The great generals who have highly esteemed your name and fame will think that you have left the battlefield out of fear only, and thus they will consider you insignificant.”

Para pahlawan agung akan mengira bahwa engkau telah mengundurkan diri dari pertempuran karena takut (pengecut) dan mereka yang pernah memujamu akan menganggapmu hina dan mencemooh dirimu


2-36
avacya-vadams ca bahun
vadisyanti tavahitah
nindantas tava samarthyam
tato duhkhataram nu kim


“Your enemies will describe you in many unkind words and scorn your ability. What could be more painful for you?”

Banyak caci makin dilontarkan kepadamu oleh musuh-musuhmu, dengan meremehkan serta merendahkan kekuatannmu. Adakah yang lebih menyedihkan dari hal itu?


2-37
hato va prapsyasi svargam
jitva va bhoksyase mahim
tasmad uttistha kaunteya
yuddhaya krta-niscayah


“O son of Kunti, either you will be killed on the battlefield and attain the heavenly planets, or you will conquer and enjoy the earthly kingdom. Therefore get up and fight with determination.”

Andaikatapun engkau tewas, engkau akan pergi ke surga, atau kalau engkau menang, engkau akan menikmati dunia ini; oleh karena itu bangkitlah, wahai putra Kunti (Arjuna), maju bertempur.


2-38
sukha-duhkhe same kritva
labhalabhau jayajayau
tato yuddhaya yujyasva
naivam papam avapsyasi


“Do thou fight for the sake of fighting, without considering happiness or distress, loss or gain, victory or defeat—and by so doing you shall never incur sin.”
Dengan menganggap senang dan menderita, laba dan rugi, menang dan kalah, kemudian siap untuk bertempur. Dengan demikian engkau tidak melakukan dosa.


2-39
esa te ’bhihita sankhye
buddhir yoge tv imam shrinu
buddhya yukto yaya partha
karma-bandham prahasyasi


“Thus far I have described this knowledge to you through analytical study. Now listen as I explain it in terms of working without fruitive results. O son of Pritha, when you act in such knowledge you can free yourself from the bondage of works.”

Inilah kebijaksanaan Samkhya yang kuberikan padamu, wahai Partha (Arjuna). Sekarang dengarkan kebijaksanaan Yoga dan apabila kecerdasanmu mampu memahaminya, engkau akan mampu melepaskan ikatan karma.


2-40
nehabhikrama-naso ’sti
pratyavayo na vidyate
sv-alpam apy asya dharmasya
trayate mahato bhayat


“In this endeavor there is no loss or diminution, and a little advancement on this path can protect one from the most dangerous type of fear.”

Di jalan ini, tak ada usaha yang sia-sia dan tak ada rintangan yang tak teratasi; bahkan walaupun sedikit dari dharma ini sudah cukup untuk membebaskan dari ketakutan yang mengerikan.


2-41
vyavasayatmika buddhir
ekeha kuru-nandana
bahu-sakha hy anantas ca
buddhayo ’vyavasayinam


“Those who are on this path are resolute in purpose, and their aim is one. O beloved child of the Kurus, the intelligence of those who are irresolute is many-branched.”

Dalam hal ini, wahai Kurunandana (Arjuna), yang pikirannya sudah bulat, pemahamannya menyatu; sedangkan yang pikirannya masih ragu-ragu, pemahamannya bercabang dan tak ada habis-habisnya.


2-42 & 2-43
yam imam puspitam vacam
pravadanty avipascitah
veda-vada-ratah partha
nanyad astiti vadinah
kamatmanah svarga-para
janma-karma-phala-pradam
kriya-visesa-bahulam
bhogaisvarya-gatim prati


“Men of small knowledge are very much attached to the flowery words of the Vedas, which recommend various fruitive activities for elevation to heavenly planets, resultant good birth, power, and so forth. Being desirous of sense gratification and opulent life, they say that there is nothing more than this.”

Orang-orang munafik, yang hanya mempercayai apa yang tersurat dalam kita Veda yang menyatakan bahwa tak ada hal lainnya lagi, wahai Partha, sifatnya hanya berdasarkan pada keinginan dan nafsu untuk mencapai surga dan mereka menyatakan kata-kata yang muluk-muluk bahwa kelahiran kembali merupakan hasil dari kegiatan kerja; dan untuk mendapatkan kenikmatan dan kekuasan mereka mengajarkan berbagai macam upacara ritual khusus.


2-44
bhogaisvarya-prasaktanam
tayapahrta-cetasam
vyavasayatmika buddhih
samadhau na vidhiyate


“In the minds of those who are too attached to sense enjoyment and material opulence, and who are bewildered by such things, the resolute determination for devotional service to the Supreme Lord does not take place.”

Kecerdasan yang membedakan antara benar dan salah dari mereka yang terikat dengan kenikmatan dan kekuasaan serta mereka yang pikirannya terpengaruhi oleh kata-kata (Veda) yang semacam itu tak akan dapat berkonsentrasi pada sang Diri.


2-45
trai-gunya-visaya veda
nistrai-gunyo bhavarjuna
nirdvandvo nitya-sattva-stho
niryoga-ksema atmavan


“The Vedas deal mainly with the subject of the three modes of material nature. O Arjuna, become transcendental to these three modes. Be free from all dualities and from all anxieties for gain and safety, and be established in the self.”

Kegiatan dari triguna (tiga sifat alam) aadlah masalah pokok dari kitab Veda, tetapi engkau hendaknya membebaskan dirimu dari padanya, wahai Arjuna, bebaskan pula dirimu dari dualitas (pasangan yang saling bertentangan) dan mantapkan pikiranmu pada kemurnian, jangan memperdulikan tentang masalah duniawi dan berkonsentrasi pada sang Diri.


2-46
yavan artha udapane
sarvatah samplutodake
tavan sarveshu vedesu
brahmanasya vijanatah


“All purposes served by a small well can at once be served by a great reservoir of water. Similarly, all the purposes of the Vedas can be served to one who knows the purpose behind them.”

Seperti kegunaan sebuah kolam di daerah banjir, dengan air yang melimpah di mana-mana, demikian pula kitab Veda bagi para Brahmana yang bijaksana.


2-47
karmany evadhikaras te
ma phalesu kadacana
ma karma-phala-hetur bhur
ma te sango ’stv akarmani


“You have a right to perform your prescribed duty, but you are not entitled to the fruits of action. Never consider yourself the cause of the results of your activities, and never be attached to not doing your duty.”

Tugasmu kini hanyalah berbuat dan jangan sekali-kali mengharap akan hasilnya; jangan sekali-kali hasil yang menjadi motifmu ataupun sama sekali terikat dengan tanpa kegiatan


2-48
yoga-sthah kuru karmani
sangam tyaktva dhananjaya
siddhy-asiddhyoh samo bhutva
samatvam yoga ucyate


“Perform your duty equipoised, O Arjuna, abandoning all attachment to success or failure. Such equanimity is called yoga.”

Mantapkanlah dalam Yoga dan lakukanlah kegiatanmu, wahai Dananjaya (Arjuna), lepaskan keterikatan dan tetap teguh baik dalam keberhasilan maupun kegagalan, karena ketenangan pikiran itu disebut sebagai Yoga


2-49
durena hy avaram karma
buddhi-yogad dhananjaya
buddhau saranam anviccha
kripanah phala-hetavah


“O Dhananjaya, keep all abominable activities far distant by devotional service, and in that consciousness surrender unto the Lord. Those who want to enjoy the fruits of their work are misers.”

Sungguh sangat rendah derajat mereka yang hanya bekerja tanpa pendisiplinan kecerdasan (buddhiyoga), wahai Dhananjaya (Arjuna), berlindunglah pada kecerdasan. Kasihan mereka yang mengharapkan hasil dari kegiatan kerja.


2-50
buddhi-yukto jahatiha
ubhe sukrita-duskrte
tasmad yogaya yujyasva
yogah karmasu kausalam


“A man engaged in devotional service rids himself of both good and bad actions even in this life. Therefore strive for yoga, which is the art of all work.”

Orang yang telah mempersatukan kecerdasannya dengan yang bersifat Ilahi, bahkan telah melepaskan yang baik maupun yang buruk. Karenanya, usahakanlah untuk melakukan yoga, sebab yoga merupakan ketrampilan dalam kegiatan kerja


2-51
karma-jam buddhi-yukta hi
phalam tyaktva manisinah
janma-bandha-vinirmuktah
padam gacchanty anamayam


“By thus engaging in devotional service to the Lord, great sages or devotees free themselves from the results of work in the material world. In this way they become free from the cycle of birth and death and attain the state beyond all miseries [by going back to Godhead].”

Orang bijaksana yang telah menyatukan kecerdasannya (dengan yang bersifat Ilahi), dengan melepaskan hasil dari kegiatan yang dilakukannya dan terbebas dari belenggu kelahiran kembali serta mencapai keadaan yang tanpa penderitaan lagi.


2-52
yada te moha-kalilam
buddhir vyatitarisyati
tada gantasi nirvedam
srotavyasya srutasya ca


“When your intelligence has passed out of the dense forest of delusion, you shall become indifferent to all that has been heard and all that is to be heard.”
Apabila kecerdasanmu telah melampaui kekeruhan khayalan, lalu engkau bersikap sama dan netral terhadap apa yang telah didengar maupun yang akan didengar.


2-53
shruti-vipratipanna te
yada sthasyati niscala
samadhav acala buddhis
tada yogam avapsyasi


“When your mind is no longer disturbed by the flowery language of the Vedas, and when it remains fixed in the trance of self-realization, then you will have attained the divine consciousness.”

Apabila kecerdasanmu, yang dikacaukan oleh naskah-naskah Veda telah mantap tak tergoyahkan lagi dan tetap stabil dalam samadhi, maka engkau dikatakan telah mencapai penglihatan batin (yoga)


2-54
arjuna uvaca
sthita-prajnasya ka bhasa
samadhi-sthasya keshava
sthita-dhih kim prabhaseta
kim asita vrajeta kim


“Arjuna said: O Krishna, what are the symptoms of one whose consciousness is thus merged in transcendence? How does he speak, and what is his language? How does he sit, and how does he walk?”

Arjuna bertanya:
Apakah tanda-tanda orang yang memiliki kebijaksanaan yang mantap, yang teguh dalam melakukan samadhi, wahai Kesava (Krsna)? Bagaimanakah orang yang kecerdasannya telah mantap itu berbicara, duduk dan cara berjalannya?


2-55
sri-bhagavan uvaca
prajahati yada kaman
sarvan partha mano-gatan
atmany evatmana tustah
sthita-prajnas tadocyate


“The Supreme Personality of Godhead said: O Partha, when a man gives up all varieties of desire for sense gratification, which arise from mental concoction, and when his mind, thus purified, finds satisfaction in the self alone, then he is said to be in pure transcendental consciousness.”

Sri Bhagavan bersabda:
Bilamana seseorang telah dapat menyingkirkan segala keinginannya, wahai Partha (Arjuna), dan manakala jiwanya telah merasa terpuaskan pada dirinya sendiri, maka mereka itulah yang disebut sebagai orang yang kecerdasannya stabil.


2-56
duhkhesv anudvigna-manah
sukhesu vigata-sprhah
vita-raga-bhaya-krodhah
sthita-dhir munir ucyate


“One who is not disturbed in mind even amidst the threefold miseries or elated when there is happiness, and who is free from attachment, fear and anger, is called a sage of steady mind.”

Ia yang pikirannya tak terusik di tengah-tengah kesenangan; yang nafsu, rasa takut dan kemarahannya telah lenyap, ia disebut seseorang Muni yang teguh iman.


2-57
yah sarvatranabhisnehas
tat tat prapya subhasubham
nabhinandati na dvesti
tasya prajna pratisthita


“In the material world, one who is unaffected by whatever good or evil he may obtain, neither praising it nor despising it, is firmly fixed in perfect knowledge.”

Ia yang tanpa rasa keterikatan lagi, yang tiada bersenang hati maupun bersedih dalam perolehan yang baik maupun yang buruk dikatakan berada dalam kecerdasan yang mantap


2-58
yada samharate cayam
kurmo ’nganiva sarvasah
indriyanindriyarthebhyas
tasya prajna pratisthita


“One who is able to withdraw his senses from sense objects, as the tortoise draws its limbs within the shell, is firmly fixed in perfect consciousness.”

Ia yang menarik semua indra dari obyek-obyeknya, seperti kura-kura yang menarik anggota badannya masuk ke dalam cangkangnya, demikianlah orang yang kecerdasannya seimbang dalam suka maupun duka.


2-59
visaya vinivartante
niraharasya dehinah
rasa-varjam raso ’py asya
param drishtva nivartate

“The embodied soul may be restricted from sense enjoyment, though the taste for sense objects remains. But, ceasing such engagements by experiencing a higher taste, he is fixed in consciousness.”

Obyek-obyek indra akan lenyap dari pikiran orang yang menjalani pengekangan diri, tetapi selera ke arah sana masih tetap ada Namun hal inipun akan lenyap pula apabila Yang Tertinggi telah dapat dihayati.


2-60
yatato hy api kaunteya
purushasya vipascitah
indriyani pramathini
haranti prasabham manah


“The senses are so strong and impetuous, O Arjuna, that they forcibly carry away the mind even of a man of discrimination who is endeavoring to control them.”

Walauppun seseorang senantiasa berusaha keras untuk mencapai kesempurnaan, wahai putra Kunti (Arjuna), indra-indranya yang liar akan berusaha untuk menyeret pikirannya dengan paksa.


2-61
tani sarvani samyamya
yukta asita mat-parah
vase hi yasyendriyani
tasya prajna pratisthita


“One who restrains his senses, keeping them under full control, and fixes his consciousness upon Me, is known as a man of steady intelligence.”

Setelah mengendalikan semua indranya, ia hendaknya tetap mantap dalam melaksanakan yoga yang intensif kepada-Ku; karena ia yang indra-indranya terkendalikan, kecerdasannya juga akan turut termantapkan


2-62
dhyayato visayan pumsah
sangas tesupajayate
sangat sanjayate kamah
kamat krodho ’bhijayate

“While contemplating the objects of the senses, a person develops attachment for them, and from such attachment lust develops, and from lust anger arises.”

Bila orang selalu memikirkan obyek-obyek indra, akan timbul keterikatan terhadapnya. Dari sana muncul keinginan dan dari keinginan timbullah kemarahan.


2-63
krodhad bhavati sammohah
sammohat smriti-vibhramah
smriti-bhramsad buddhi-naso
buddhi-nasat pranasyati


“From anger, complete delusion arises, and from delusion bewilderment of memory. When memory is bewildered, intelligence is lost, and when intelligence is lost one falls down again into the material pool.”

Dari kemarahan timbullah kebingungan, dari kebingungan hilangnya ingatan dan dari hilangnya ingatan, kecerdasan terhancurkan. Dari hancurnya kecerdasan membawanya pada kemusnahan.


2-64
raga-dvesa-vimuktais tu
visayan indriyais caran
atma-vasyair vidheyatma
prasadam adhigacchati

“But a person free from all attachment and aversion and able to control his senses through regulative principles of freedom can obtain the complete mercy of the Lord.”

Tetapi orang yang pikirannya mantap, yang hidup di tengah-tengah obyek-obyek indra, dengan indra-indra yang terkendalikan sempurna, bebas dari keterikatan dan kebencian, mencapai kemurnian jiwa

2-65
prasade sarva-duhkhanam
hanir asyopajayate
prasanna-cetaso hy asu
buddhih paryavatisthate


“For one thus satisfied [in Krishna consciousness], the threefold miseries of material existence exist no longer; in such satisfied consciousness, one’s intelligence is soon well established.”

Dan dalam jiwa yang murni segala penderitaan musnah dan kecerdasan dari rang semacam itu akan segera dapat dimantapkan


2-66
nasti buddhir ayuktasya
na cayuktasya bhavana
na cabhavayatah shantir
asantasya kutah sukham

“One who is not connected with the Supreme [in Krishna consciousness] can have neither transcendental intelligence nor a steady mind, without which there is no possibility of peace. And how can there be any happiness without peace?”

Bagi mereka yang pikirannya tak terkendalikan, kecerdasannya juga lenyap; demikian juga bagi pikiran yang tak terkendalikan kekuatan konsentrasinya pun lenyap. Tanpa konsentrasi tak mungkin adanya kedamaian dan ketiadaan kedamaian mana mungkin ada kebahagiaan, bukan?


2-67
indriyanam hi caratam
yan mano ’nuvidhiyate
tad asya harati prajnam
vayur navam ivambhasi

“As a strong wind sweeps away a boat on the water, even one of the roaming senses on which the mind focuses can carry away a man’s intelligence.”

Bila pkiran masih tetap mengejari indra-indra yang mengembara ia akan membawa serta kemampuan pemahaman (kecerdasan), ibarat angin yang menghanyutkan perahu di samudera luas

2-68
tasmad yasya maha-baho
nigrhitani sarvasah
indriyanindriyarthebhyas
tasya prajna pratisthita

“Therefore, O mighty-armed, one whose senses are restrained from their objects is certainly of steady intelligence.”
Oleh karena itu, wahai Yang berlengan perkasa (Arjuna), mereka yang mampu menarik indra-indra dari obyek-obyeknya, kecerdasannya pun akan termantapkan.


2-69
ya nisa sarva-bhutanam
tasyam jagarti samyami
yasyam jagrati bhutani
sa nisa pasyato muneh

“What is night for all beings is the time of awakening for the self-controlled; and the time of awakening for all beings is night for the introspective sage.”

Apa yang merupakan malam hari bagi semua makhluk, merupakan saat terjaga bagi yang berjiwa mantap; dan apa yang merupakan siang hari bagi semua makhluk, merupakan saat malam bagi jiwa yang tercerahi


2-70
apuryamanam acala-pratishtham
samudram apah pravishanti yadvat
tadvat kama yam pravishanti sarve
sa shantim apnoti na kama-kami

“A person who is not disturbed by the incessant flow of desires—that enter like rivers into the ocean, which is ever being filled but is always still—can alone achieve peace, and not the man who strives to satisfy such desires.”

Seperti semua air sungai yang mengalir menuju lautan, yang tetap tenang, demikianlah segala keinginan yang memasuki jiwa orang yang bijaksana, mencapai kedamaian dan bukan bagi mereka yang senantiasa melepaskan nafsu keinginannya.


2-71
vihaya kaman yah sarvan
pumams carati nihsprhah
nirmamo nirahankarah
sa shantim adhigacchati

“A person who has given up all desires for sense gratification, who lives free from desires, who has given up all sense of proprietorship and is devoid of false ego—he alone can attain real peace.”

Ia yang mencampakkan segala keinginannya dan bertindak bebas tanpa keinginan, tanpa perasaan “kemilikan” dan “keakuan”, akan mencapai kedamaian dalam jiwanya.


2-72
esa brahmi sthitih partha
nainam prapya vimuhyati
sthitvasyam anta-kale ’pi
brahma-nirvanam rcchati

“That is the way of the spiritual and godly life, after attaining which a man is not bewildered. If one is thus situated even at the hour of death, one can enter into the kingdom of God.”

Ini merupakan kondisi ilahi (brahmisthiti), wahai Partha, dan mereka yang telah mencapai tingkatan ini tak lagi terbingungkan; bahkan saat ajal tiba ia tetap termantapkan dalam kondisi tersebut dan mencapai kebahagian Brahman (brahmanirwana)
Di sini berakhir bab kedua dari Upanisad Bhagawadgita, ajaran tentang Brahmawidya dan yogasastra, berupa percakapan antara Sri Krsna dan Arjuna, yang berjudul ‘SAMKHYA YOGA’

Readmore...

Bhagawad Gita

0 komentar
 

Bhagawad Gita

 


  1. Arjuna Wisada Yoga, menguraikan keragu-raguan dalam diri Arjuna
  2. Samkhya Yoga, menguraikan ajaran yoga dan samkhya
  3. Karma Yoga, menguraikan pencapaian yoga karena karma, usaha, perbuatan
  4. Jnana Yoga, menguraikan pencapaian yoga karena ilmu pengetahuan suci
  5. Karma Samnyasa Yoga, menguraikan pencapaian yoga karena prihatin
  6. Dhyana Yoga, menguraikan tentang makna dhyana sebaga satu sistem dalam yoga
  7. Jnana Widnyana Yoga, menguraikan pencapaian yoga karena budi
  8. Aksara Brahma Yoga, menguraikan hakikat akan kekekalan Tuhan
  9. Raja Widya Rajaguhya Yoga, hakikat Ketuhanan sebagai raja dari segala ilmu pengetahuan (widya)
  10. Wibhuti Yoga, menguraikan akan sifat hakikat Tuhan yang absolut, tanpa awal, pertengahan dan akhir
  11. Wiswarupa Darsana Yoga, kelanjutan dari Wibhuti Yoga, dijelaskan dengan manifestasi secara nyata
  12. Bhakti Yoga, menguraikan tentang cara yoga dengan bhakti
  13. Ksetra Ksetradnya Yoga, menguraikan hakikat Ketuhanan Yang Maha Esa dalam hubungan dengan purusa dan prakrti
  14. Guna Traya Wibhaga Yoga, membahas Triguna - Sattwam, Rajas dan Tamas
  15. Purusottama Yoga, menguraikan beryoga pada purusa yang Maha Tinggi, Hakikat Ketuhanan
  16. Daiwasura Sampad Wibhaga Yoga, membahas akan hakikat tingkah-laku manusia, baik dan buruk
  17. Sraddha Traya Wibhaga Yoga, menguraikan kepercayaan dan berkeyakinan pada Triguna
  18. Moksa Samnyasa Yoga, merupakan kesimpulan dari semua ajaran yang menjadi inti tujuan agama yang tertinggi.

Bhagavad Gita - Gita Dhyanam

  1. Wahai Ibu Bhagavad-Gita, sebagai sabda Tuhan (Narayana) sendiri, dalam menejelaskan kepada Partha (Arjuna); yang tercantum dalam kitab Mahabharata, yang terdiri dari 18 bab, susunan Maharsi Vyasa; pencurah nektar Advaita, sebagai penghancur samsara, hamba bersujud kepada-Mu
  2. Wahai Rsi Vyasa yang cerdas, dengan mata bagaikan daun-daun bunga teratai yang sedang mekar, penyulut lampu kebijaksanaan yang penuh dengan minyak Mahabharata; perkenankanlah hamba bersujud kepada-Mu
  3. Sembah sujudku kepada Krsna, pemerah susu nektar Gita; bagaikan pohon Parijata bagi mereka yang berlindung pada-Nya; dan yang menggenggam seikat pohon tebu pada tangan yang satu, sedang tangan yang lainnya melakukan Jnana Mudra
  4. Dengan semua kitab Upanisad sebagai sapi-sapinya dan Arjuna sebagai anak sapinya, serta putra-putra para penggembala sapi sebagai si pemerah susu telah menyarikan susu nektar Gita tertinggi guna kenikmatan manusia yang telah memiliki pemahaman murni.
  5. Hamba bersujud kepada Krsna putra Vasudeva, kesayangan utama Devaki, penghancur raksasa Kamsa dan Canura; yang sesungguhnya adalah Tuhan (sendiri), sebagai jagad guru (guru semesta)
Readmore...

Bhagavad Gita BAB I

0 komentar
 

Prathamo ‘Dhyayah
Bab I
Arjuna Wisada Yogah

1-1
dhritarashtra uvaca
dharma-kshetre kuru-kshetre
samaveta yuyutsavah
mamakah pandavas caiva
kim akurvata sanjaya


“Dhritarashtra said: O Sanjaya, after my sons and the sons of Pandu assembled in the place of pilgrimage at Kurukshetra, desiring to fight, what did they do?”
Dhrtarastra berkata:

Di medan dharma, di padang Kuruksetra, ketika putra-putraku dan putra-putra Pandu telah berkumpul bersama siap untuk bertempur, apakah yang mereka lakukan, wahai Sanjaya?


1-2
sanjaya uvaca
drishtva tu pandavanikam
vyudham duryodhanas tada
acaryam upasangamya
raja vacanam abravit


“Sanjaya said: O King, after looking over the army arranged in military formation by the sons of Pandu, King Duryodhana went to his teacher and spoke the following words.”
Sanjaya berkata:
Kemudian, setelah menyaksikan pasukan para Pandava yang siap siaga dalam formasi tempur, pangeran Duryodhana menghampiri gurunya, acarya agung Drona, seraya berkata:


1-3
pasyaitam pandu-putranam
acarya mahatim camum
vyudham drupada-putrena
tava sisyena dhimata


“O my teacher, behold the great army of the sons of Pandu, so expertly arranged by your intelligent disciple the son of Drupada.”
Saksikanlah, wahai guruku; pasukan putra-putra Pandu yang gagah perkasa itu, yang dipimpin oleh murid paduka yang bijaksana, putra Drupada

1-4
atra sura mahesv-asa
bhimarjuna-sama yudhi
yuyudhano viratas ca
drupadas ca maha-rathah


“Here in this army are many heroic bowmen equal in fighting to Bhima and Arjuna: great fighters like Yuyudhana, Virata and Drupada.”
Disana ada pula para pahlawan pemanah tangguh yang sebanding dengan Bhima dan Arjuna dalam peperangan, seperti Virata, Yuyudhana dan Drupada yang semuanya merupakan perwira-perwira gagah perkasa

1-5
dhrishtaketus cekitanah
kasirajas ca viryavan
purujit kuntibhojas ca
saibyas ca nara-pungavah


“There are also great, heroic, powerful fighters like Dhrishtaketu, Cekitana, Kasiraja, Purujit, Kuntibhoja and Saibya.”
Juga terdapat Dhrstaketu, Cekitana dan raja negeri Kasi yang gagah perkasa; serta Purujit, Kuntibhoja dan Saibya, sebagai manusia-manusia pilihan yang perkasa

1-6
yudhamanyus ca vikranta
uttamaujas ca viryavan
saubhadro draupadeyas ca
sarva eva maha-rathah
“There are the mighty Yudhamanyu, the very powerful Uttamauja, the son of Subhadra and the sons of Draupadi. All these warriors are great chariot fighters.”
Juga ada Yudhamanyu yang kuat kekar; Uttamauja yang gagah berani, serta putra-putra Subhadra dan Draupadi, yang semuanya merupakan pahlawan-pahlawan kereta yang tangguh

1-7
asmakam tu visista ye
tan nibodha dvijottama
nayaka mama sainyasya
samjnartham tan bravimi te
“But for your information, O best of the brahmanas, let me tell you about the captains who are especially qualified to lead my military force.”
Ketahui pulalah, wahai yang terbaik di antara para dvijati (kaum pendeta), semua panglima pasukan kita yang merupakan pimpinan kenamaan, yang akan kusebutkan namanya guna bahan informasi paduka guru

1-8
bhavan bhismas ca karnas ca
kripas ca samitim-jayah
ashvatthama vikarnas ca
saumadattis tathaiva ca
“There are personalities like you, Bhishma, Karna, Kripa, Asvatthama, Vikarna and the son of Somadatta called Bhurisrava, who are always victorious in battle.”
Paduka sendiri, guruku; lalu Bhisma, Karna dan Krpacarya, yang selalu jaya dalam pertempuran; demikian pula Asvatthama, Vikarna dan putra-putra dari raja Somadatta

1-9
anye ca bahavah sura
mad-arthe tyakta-jivitah
nana-shastra-praharanah
sarve yuddha-visaradah

 
“There are many other heroes who are prepared to lay down their lives for my sake. All of them are well equipped with different kinds of weapons, and all are experienced in military science.”
Dan masih banyak lagi para pahlawan terlatih yang tangguh dalam peperangan, yang diperlengkapi dengan segala macam persenjataan dan siap mempertaruhkan nyawa mereka demi kepentinganku

1-10
aparyaptam tad asmakam
balam bhismabhiraksitam
paryaptam tv idam etesam
balam bhimabhiraksitam
“Our strength is immeasurable, and we are perfectly protected by Grandfather Bhishma, whereas the strength of the Pandavas, carefully protected by Bhima, is limited.”
Kekuatan pasukan kita yang dipimpin oleh Bhisma, secara sempurna tak terbatas jumlahnya; sementara pasukan mereka yang dipimpin oleh Bhima, terbatas jumlahnya.

1-11
ayanesu ca sarveshu
yatha-bhagam avasthitah
bhismam evabhirakshantu
bhavantah sarva eva hi
“All of you must now give full support to Grandfather Bhishma, as you stand at your respective strategic points of entrance into the phalanx of the army.”
Oleh karena itu, semuanya menempati posisimu masing-masing dalam divisimu dan hanya melindungi Bhisma saja, dengan segala cara

1-12
tasya sanjanayan harsam
kuru-vrddhah pitamahah
simha-nadam vinadyoccaih
sankham dadhmau pratapavan
“Then Bhishma, the great valiant grandsire of the Kuru dynasty, the grandfather of the fighters, blew his conchshell very loudly, making a sound like the roar of a lion, giving Duryodhana joy.”
Untuk membangkitkan semangat (Duryodhana), kakek Bhisma yang agung sebagai sesepuh wangsa Kuru, sekarang meniup terompet kerangnya dengan sangat kerasnya, bagaikan raungan seekor singa

1-13
tatah sankhas ca bheryas ca
panavanaka-gomukhah
sahasaivabhyahanyanta
sa shabdas tumulo ’bhavat
“After that, the conchshells, drums, bugles, trumpets and horns were all suddenly sounded, and the combined sound was tumultuous.”
 
Kemudian dengan serempak secara tiba-tiba dibunyikan terompet-terompet kerang, genderang, tambur dan terompet-terompet tanduk; yang suaranya gegap gempita membahana

1-14
tatah svetair hayair yukte
mahati syandane sthitau
madhavah pandavas caiva
divyau sankhau pradadhmatuh
“On the other side, both Lord Krishna and Arjuna, stationed on a great chariot drawn by white horses, sounded their transcendental conchshells.”
Manakala Krsna dan Arjuna berdiri di atas kereta indah yang ditarik oleh kuda-kuda berwarna putih, mereka juga mulai meniup terompet-terompet kadewatan mereka masing-masing

1-15
pancajanyam hrsikeso
devadattam dhananjayah
paundram dadhmau maha-sankham
bhima-karma vrkodarah
“Lord Krishna blew His conchshell, called Pancajanya; Arjuna blew his, the Devadatta; and Bhima, the voracious eater and performer of herculean tasks, blew his terrific conchshell, called Paundra.”
Hrsikesa (Krsna) meniup terompet Pancajanya-Nya, Arjuna meniup terompet Devadatta-nya; sedangkan Vrkodara (Bhima) yang biasa melaksanakan tugas-tugas berat, meniup terompet kerangnya yang hebat, yang bernama Paundra

1-16, 1-17 & 1-18
anantavijayam raja
kunti-putro yudhisthirah
nakulah sahadevas ca
sughosa-manipuspakau
kasyas ca paramesv-asah
sikhandi ca maha-rathah
dhrishtadyumno viratas ca
satyakis caparajitah
drupado draupadeyas ca
sarvasah prithivi-pate
saubhadras ca maha-bahuh
sankhan dadhmuh prithak prithak


“King Yudhishthira, the son of Kunti, blew his conchshell, the Ananta-vijaya, and Nakula and Sahadeva blew the Sughosa and Manipuspaka. That great archer the King of Kasi, the great fighter Sikhandi, Dhrishtadyumna, Virata, the unconquerable Satyaki, Drupada, the sons of Draupadi, and the others, O King, such as the mighty-armed son of Subhadra, all blew their respective conchshells.”
Putra Kunti, raja Yudhistira, meniup terompet kerangnya yang bernama Anantavijaya; Nakula dan Sahadeva, masing-masing meniup terompet kerangnya yang bernama Sughosa dan Manipuspaka
Dan pemanah perkasa raja dari negeri Kasi, ksatria kereta perang Sikhandi, Dhrstadyumna, Virata dan Satyaki yang sulit dikalahkan itu.
Wahai penguasa bhumi (Dhrtarastra); Drupada dan putra-putra Draupadi serta putra Subhadra (Abhimanyu) yang berlengan perkasa, semuanya juga meniup terompet kerangnya masing-masing

1-19
sa ghoso dhartarastranam
hridayani vyadarayat
nabhas ca prithivim caiva
tumulo ’bhyanunadayan
“The blowing of these different conchshells became uproarious. Vibrating both in the sky and on the earth, it shattered the hearts of the sons of Dhritarashtra.”
Memenuhi angkasa dan bumi dengan gema yang gegap gempita, menggetarkan hati para putra Dhrtarastra

1.20
atha vyavasthitan drishtva
dhartarastran kapi-dhvajah
pravrtte shastra-sampate
dhanur udyamya pandavah
hrishikesham tada vakyam
idam aha mahi-pate


“At that time Arjuna, the son of Pandu, seated in the chariot bearing the flag marked with Hanuman, took up his bow and prepared to shoot his arrows. O King, after looking at the sons of Dhritarashtra drawn in military array, Arjuna then spoke to Lord Krishna these words.”
 
Kemudian Arjuna yang berdiri di kereta perangnya yang berlambangkan kera (Hanoman) memandang barisan putra-putra Dhrtarastra yang siap dengan senjata-senjatanya, lalu mulai mengangkat busur panahnya

1-21 & 1-22
arjuna uvaca
senayor ubhayor madhye
ratham sthapaya me ’cyuta
yavad etan nirikse ’ham
yoddhu-kaman avasthitan
kair maya saha yoddhavyam
asmin rana-samudyame


“Arjuna said: O infallible one, please draw my chariot between the two armies so that I may see those present here, who desire to fight, and with whom I must contend in this great trial of arms.”

Dan wahai Sang Penguasa bhumi (Dhrtarastra), ia kemudian berkata kepada Hrsikesa (Krsna). Arjuna berkata: Arahkan dan tempatkan keretaku ini di tengah-tengah antara kedua pasukan (yang saling berhadapan) ini, wahai Acyuta (Krsna)
Supaya aku dapat mengetahui mereka yang siap dan bernafsu sekali untuk berperang; yang harus aku hadapi dalam pertempuran yang akan segera terjadi ini

1-23
yotsyamanan avekse ’ham
ya ete ’tra samagatah
dhartarastrasya durbuddher
yuddhe priya-cikirsavah

 
“Let me see those who have come here to fight, wishing to please the evil-minded son of Dhritarashtra.”
Dan aku ingin sekali melihat sendiri mereka yang berkumpul di sini, yang siap bertempur dan bernafsu sekali untuk mendapatkan apa-apa yang sangat disukai oleh putra Dhrtarastra yang berbudi jahat itu dalam peperangan ini.

1-24
sanjaya uvaca
evam ukto hrsikeso
gudakesena bharata
senayor ubhayor madhye
sthapayitva rathottamam


“Sanjaya said: O descendant of Bharata, having thus been addressed by Arjuna, Lord Krishna drew up the fine chariot in the midst of the armies of both parties.”
Sanjaya berkata:
Wahai Bharata (Dhrtarastra), setelah Gudakesa (Arjuna) berkata kepada Hrsikesa (Krsna), maka Sri Krsna menempatkan kereta perang yang sangat indah itu di tengah-tengah antara kedua pasukan yang saling berhadapan

1-25
bhisma-drona-pramukhatah
sarvesam ca mahi-ksitam
uvaca partha pasyaitan
samavetan kurun iti
“In the presence of Bhishma, Drona and all the other chieftains of the world, the Lord said, Just behold, Partha, all the Kurus assembled here.”
Di hadapan Bhisma, Drona dan semua pimpinan pasukan dan bersabda “Wahai Partha (Arjuna), lihatlah seluruh warga keluarga wangsa Kuru telah berkumpul bersama-sama di sini?

1-26
tatrapasyat sthitan parthah
pitrn atha pitamahan
acaryan matulan bhratrn
putran pautran sakhims tatha
svasuran suhridas caiva
senayor ubhayor api
“There Arjuna could see, within the midst of the armies of both parties, his fathers, grandfathers, teachers, maternal uncles, brothers, sons, grandsons, friends, and also his fathers-in-law and well-wishers.”
Kemudian di sana Partha menyaksikan berdiri dalam kedua barisan itu, para bapak, kakek, guru, paman, saudara sepupu, anak, cucu demikian pula para sekutu.

1-27
tan samiksya sa kaunteyah
sarvan bandhun avasthitan
kripaya parayavisto
visidann idam abravit
“When the son of Kunti, Arjuna, saw all these different grades of friends and relatives, he became overwhelmed with compassion and spoke thus.”
Dan juga para mertua dan teman sejawat pada kedua pasukan tersebut. Dan ketika putra Kunti (Arjuna) menyaksikan seluruh sanak keluarganya berdiri berbaris di sana. Ia diliputi dengan perasaan kasihan dan duka cita yang mendalam, sambil mengucapkan kata-kata ini:


1-28
arjuna uvaca
drstvemam sva-janam krishna
yuyutsum samupasthitam
sidanti mama gatrani
mukham ca parisusyati


“Arjuna said: My dear Krishna, seeing my friends and relatives present before me in such a fighting spirit, I feel the limbs of my body quivering and my mouth drying up.”
Arjuna berkata:
Bila aku menyaksikan orang-orangku sendiri yang berbaris dan bernafsu sekali untuk bertempur, wahai Krsna, anggota badanku terasa lemas, mulutku terasa kering.

1-29
vepathus ca sarire me
roma-harsas ca jayate
gandivam sramsate hastat
tvak caiva paridahyate
“My whole body is trembling, my hair is standing on end, my bow Gandiva is slipping from my hand, and my skin is burning.”
Sekujur tubuhku gemetaran dan bulu romaku merinding. (Busur) Gandiva terlepas dari tanganku dan kulitku terasa terbakar seluruhnya.

1-30
na ca saknomy avasthatum
bhramativa ca me manah
nimittani ca pasyami
viparitani keshava


“I am now unable to stand here any longer. I am forgetting myself, and my mind is reeling. I see only causes of misfortune, O Krishna, killer of the Keshi demon.”
Aku tak mampu untuk berdiri tegak dan pikiranku kacau. Dan aku melihat tanda-tanda buruk, wahai Kesava (Krsna), di mana aku tidak melihat kebaikan sama sekali dengan membunuh sanak keluarga sendiri dalam pertempuran ini.

1-31
na ca sreyo ’nupasyami
hatva sva-janam ahave
na kankse vijayam krishna
na ca rajyam sukhani ca


“I do not see how any good can come from killing my own kinsmen in this battle, nor can I, my dear Krishna, desire any subsequent victory, kingdom, or happiness.”
Aku tidak menginginkan kemenangan lagi, wahai Krsna, ataupun kerajaan maupun kesenangan; wahai Govinda (Krsna), apa gunanya lagi kerajaan ini bagi kita, demikian pula kenikmatan dan kehidupan ini sendiri.

1-32, 1-33, 1-34, & 1-35
kim no rajyena govinda
kim bhogair jivitena va
yesham arthe kanksitam no
rajyam bhogah sukhani ca
ta ime ’vasthita yuddhe
pranams tyaktva dhanani ca
acaryah pitarah putras
tathaiva ca pitamahah
matulah svasurah pautrah
syalah sambandhinas tatha
etan na hantum icchami
ghnato ’pi madhusudana
api trailokya-rajyasya
hetoh kim nu mahi-krte
nihatya dhartarastran nah
ka pritih syaj janardana


“O Govinda, of what avail to us are a kingdom, happiness or even life itself when all those for whom we may desire them are now arrayed on this battlefield? O Madhusudana, when teachers, fathers, sons, grandfathers, maternal uncles, fathers-in-law, grandsons, brothers-in-law and other relatives are ready to give up their lives and properties and are standing before me, why should I wish to kill them, even though they might otherwise kill me? O maintainer of all living entities, I am not prepared to fight with them even in exchange for the three worlds, let alone this earth. What pleasure will we derive from killing the sons of Dhritarashtra?”
Demi untuk siapakah kita serta mereka yang berdiri di sini berperang dengan mengorbankan nyawa dan harta benda, menginginkan kerajaan, kenikmatan dan kesenangan ini? Para guru, ayah, putra-putra dan juga para kakek, paman, mertua, cucu, ipar dan kaum kerabat (lainnya). Wahai Madhusudana (Krsna), aku tak ingin membunuh mereka, walaupun mereka membunuhku; kendatipun akan memerintah di ketiga dunia ini, apalagi hanya untuk dunia ini saja? Kesenangan apakah yang akan kita peroleh setelah membunuh putra-putra Dhrtarastra ini, wahai Janardana (Krsna)? Yang pasti hanyalah dosa bagi kita bila membunuh si durjana ini.

1-36
papam evasrayed asman
hatvaitan atatayinah
tasman narha vayam hantum
dhartarastran sa-bandhavan
sva-janam hi katham hatva
sukhinah syama madhava


“Sin will overcome us if we slay such aggressors. Therefore it is not proper for us to kill the sons of Dhritarashtra and our friends. What should we gain, O Krishna, husband of the goddess of fortune, and how could we be happy by killing our own kinsmen?”
Karena itu, tidak patut kita membunuh kaum kerabat kita sendiri, putra-putra Dhrtarastra itu. Sesungguhnya, bagaimana mungkin kita dapat bahagia, wahai Madhava (Krsna), apabila kita membunuh keluarga sendiri?

1-37 &-38
yady apy ete na pasyanti
lobhopahata-cetasah
kula-ksaya-kritam dosam
mitra-drohe ca patakam
katham na jneyam asmabhih
papad asman nivartitum
kula-ksaya-kritam dosam
prapasyadbhir janardana


“O Janardana, although these men, their hearts overtaken by greed, see no fault in killing one’s family or quarreling with friends, why should we, who can see the crime in destroying a family, engage in these acts of sin?”
Walaupun bagi mereka yang pikirannya dikuasai oleh ketamakan, tidak melihat kesalahan dalam pemusnahan keluarga dan tidak merasa berbuat jahat dalam membasmi kawan. Mengapa kita tidak memiliki kebijaksanaan untuk berpaling dari dosa semacam ini, wahai Janardana (Krsna); kita yang melihat kesalahan dalam memusnahkan sanak keluarga ini?

1-39
kula-ksaye pranasyanti
kula-dharmah sanatanah
dharme naste kulam krtsnam
adharmo ’bhibhavaty uta


“With the destruction of dynasty, the eternal family tradition is vanquished, and thus the rest of the family becomes involved in irreligion.”
Dalam hancurnya keluarga, hukum-hukum tradisinya juga musnah; dan apabila hukum-hukum itu lenyap, maka keseluruhan keluarga juga akan berakibat menjadi tanpa dasar hukum

1-40
adharmabhibhavat krishna
pradusyanti kula-striyah
strisu dustasu varsneya
jayate varna-sankarah


“When irreligion is prominent in the family, O Krishna, the women of the family become polluted, and from the degradation of womanhood, O descendant of Vrishni, comes unwanted progeny.”
Dan apabila tirani merajalela, wahai Varsneya (Krsna), para kaum wanita dari keluarga akan menjadi ternoda dan bila para wanita telah ternoda, tatanan warna asrama menjadi kacau tidak karuan

1-41
sankaro narakayaiva
kula-ghnanam kulasya ca
patanti pitaro hy esam
lupta-pindodaka-kriyah


“An increase of unwanted population certainly causes hellish life both for the family and for those who destroy the family tradition. The ancestors of such corrupt families fall down, because the performances for offering them food and water are entirely stopped.”
Kekacauan moral ini akan membawa keluarga itu sendiri ke dalam neraka, demikian pula para pembunuhnya. Karenanya, roh-roh para leluhur akan jatuh karena ketiadaan persembahan nasi dan air bagi mereka

1-42
dosair etaih kula-ghnanam
varna-sankara-karakaih
utsadyante jati-dharmah
kula-dharmas ca sasvatah


“By the evil deeds of those who destroy the family tradition and thus give rise to unwanted children, all kinds of community projects and family welfare activities are devastated.”
Oleh perbuatan keliru yang dilakukan para penghancur keluarga tersebut dan yang mengacaukan keberadaan varna asrama, hukum-hukum kasta yang sudah lama berlalu dan juga keluarga itupun akan hancur

1-43
utsanna-kula-dharmanam
manushyanam janardana
narake niyatam vaso
bhavatity anususruma


“O Krishna, maintainer of the people, I have heard by disciplic succession that those who destroy family traditions dwell always in hell.”
Dan kita semua telah mendengar, wahai Janardana (Krsna) bahwa orang-orang dari keluarga-keluarga yang hukum-hukum tradisinya termusnahkan, pasti akan dicampakkan di neraka

1-44
aho bata mahat papam
kartum vyavasita vayam
yad rajya-sukha-lobhena
hantum sva-janam udyatah


“Alas, how strange it is that we are preparing to commit greatly sinful acts. Driven by the desire to enjoy royal happiness, we are intent on killing our own kinsmen.”
Aduh, betapa besar dosa yang kita tanggung dalam usaha kita membunuh orang-orang (keluarga) kita sendiri, akibat dari perasaan tamak akan kenikmatan memiliki kerajaan

1-45
yadi mam apratikaram
ashastram shastra-panayah
dhartarastra rane hanyus
tan me kshemataram bhavet


“Better for me if the sons of Dhritarashtra, weapons in hand, were to kill me unarmed and unresisting on the battlefield.”
Jauh lebih baik bagiku, apabila putra-putra Dhrtarastra dengan senjata di tangan membunuhku dalam pertempuran, sementara aku tetap tak melawan dan tanpa senjata

1-46
sanjaya uvaca
evam uktvarjunah sankhye
rathopastha upavisat
visrjya sa-saram capam
soka-samvigna-manasah


“Sanjaya said: Arjuna, having thus spoken on the battlefield, cast aside his bow and arrows and sat down on the chariot, his mind overwhelmed with grief.”
Sanjaya berkata:
Setelah berkata demikian, di medan pertempuran itu, Arjuna duduk terhenyak di keretanya, membuang busur dan anak-anak panahnya, dengan semangat yang diliputi oleh kedukaan
Dalam Upanisad dari Bhagavadgita, ilmu pengetahuan Yang Mutlak, sastra Yoga dan percakapan antara Sri Krsna dan Arjuna, ini merupakan bab pertama yang berjudul ‘Keragu-raguan Arjuna’.

NEXT>>> 
Readmore...
/*