HUKUM KARMA (menurut ajaran Buddha Gotama)
I. PENGERTIAN UMUM
Dalam Anggutara Nikaya III : 145, Buddha bersabda, “Oh, para Bhikkhu kehendak untuk berbuat itulah yang kami namakan karma, setelah dengan kehendak orang melakukan perbuatan lewat pikiran, ucapan dan tubuh jasmani.
Perbuatan yang dilakukan tersebut menjadi benih bagi pembuat dan tersimpan dengan baik. Setiap saat memiliki kemungkinan untuk tumbuh. Meskipun untuk tumbuh dibutuhkan kondisi yang sesuai, antara lain benih perbuatannya telah matang, keadaan mendukung atau telah waktunya, maka sangat sulit bagi siapapun untuk terhindar dari hasil perbuatannya tersebut. Seperti halnya benih tanaman, apabila benihnya unggul, lahan subur, unsur hara yang cukup, cuaca sesuai dan kadar air cukup, maka benih tersebut dapat tumbuh mencari tanaman dengan sendirinya.
Umumnya kita sering mengeluh mengenai apa yang telah kita lakukan dan banyaknya liku-liku perjalanan hidup yang dialami selama ini. Mengapa perbuatan baik yang telah dilakukan tidak berbuah ?” Sementara orang yang hidupnya tidak sesuai dengan Dharma kelihatannya begitu berbahagia atas perbuatan jahatnya dan tidak ada tanda-tanda mengalami halangan apapun. Kalau mau dikatakan lancar-lancar saja hidupnya. Meskipun ada gangguan atau halangan tetapi tidak begitu berarti. Pernyataan ini tidak bermaksud untuk mendoakan agar mereka celaka, tetapi hanya sebagai pembanding atas keadaan yang kita terima. Apalagi dengan mereka yang hidupnya sesuai dengan Dharma, mereka menjalani kehidupan secara jujur, benar dan beretika. Tetapi mengapa kenyataan hidup yang diterimanya jauh berbeda, malah lebih sering terlihat dimanfaatkan oleh orang lain. Apalagi kalau dilihat dari sisi pengumpulan materi jelas kekayaan mereka jauh tertinggal.
Keluhan terbesar yang lainnya, yaitu Mengapa dalam kehidupan ini selalu saja ada masalah yang terjadi ?” Apakah ada akhir dari permasalahan tersebut !” Memang itulah dilema yang sering kita jumpai. Jarang sekali kita temukan orang yang dapat merasa puas terhadap keadaan yang telah mereka terima. Lebih banyak mereka melihat keluar dan ke atas, tidak pernah mau melihat ke bawah.
Terlepas dari persepsi apapun, setiap orang bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukannya sendiri. Mereka tidak bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan oleh orang lain. Termasuk orang-orang yang memiliki hubungan keluarga terdekat. Mereka tidak akan memetik perbuatan yang tidak dilakukannya sendiri. Karena karma yang telah dilakukan tidak akan tertukar dengan karma orang yang lain. Seperti orang yang rajin belajar dan pandai dengan orang yang bodoh dan pemalas. Hasil akhir orang yang rajin dan pandai dia akan menjadi juara di kelasnya sementara yang malas dan bodoh mereka akan tertinggal. Jadi, kepintaranya tidak akan tertukar dengan orang yang bodoh.
Dengan pengertian tersebut, sebetulnya kita tidak perlu merasa takut terhadap akibat yang akan terjadi. Mengapa ? Karena apa pun yang kita alami adalah hasil dari perbuatan kita sendiri, bukan berasal dari orang lain. Kita tidak menerima keburukan atau kejahatan yang orang lakukan. Apa yang kita terima selama ini adalah hasil dari perbuatan kita sendiri, kita memetik atas jerih payah sendiri. Makanya dalam karma disebutkan kita adalah pemetik, penerima, ahli waris dari perbuatan yang kita lakukan. Baik atau buruk perbuatan itulah yang akan kita alami. Hal ini dapat kita lihat pada Culakammavibhanga Sutta, Majjhima Nikaya, berbunyi sebagai berikut : ‘…, setiap makhluk adalah Pemilik Karmanya Sendiri, Pewaris Karmanya Sendiri, Lahir dari Karmanya Sendiri, Berhubungan dengan Karmanya Sendiri dan Terlindung oleh Karmanya Sendiri. Karma yang menentukan makhluk-makhluk, menjadikan mereka Hina dan Mulia’
Kalau kita bertanggung jawab atas perbuatan sendiri, hal ini adalah tepat, adil dan sangatlah logis. Berbeda kalau kita menerima hasil dari perbuatan orang lain. Tidak ada kemungkinan kita berbuat apapun karena kita tidak memiliki kehendak bebas. Kalau hal tersebut terjadi kita hanya bisa pasrah saja terhadap apa yang akan terjadi nantinya. Tetapi kerjanya karma tidaklah seperti itu.
Dalam Samyutta Nikaya I : 293, disebutkan, “Sesuai dengan biji benih yang ditabur, demikian pula hasilnya. Pembuat kebajikan akan menerima kebaikan. Pembuat kejahatan akan menerima penderitaan. Tertaburlah biji oleh benih dan engkau pula yang akan merasakan akibatnya.
Dalam syair tersebut terurai sangat jelas sekali bahwa kalau kita melakukan kebaikan kita akan menerima kebaikan, sebaliknya kalau kita melakukan kejahatan kita akan mengalami penderitaan. Sebagai ilustrasinya, perbuatan baik akan memberikan kebaikan, seperti orang yang ingin mempersembahkan bunga yang begitu indah kepada orang yang sangat dicintainya. Sebelum bunga tersebut sampai ke tangan penerima. Dia sudah mengetahui bagaimana warna, bentuk dan harumnya bunga itu. Apakah warnanya Indah dan menarik, bentuknya cantik dan bau yang harum atau tidak. Mungkin kalau bunganya tidak harum kita akan menyeprotkan pengharum supaya wangi. Pada saat tersebut kita sudah merasa bahagia. Seperti kebaikan yang telah kita lakukan. Saat yang bersamaan tanpa kita perhatikan dan sadari, sebetulnya kita mulai merasa bahagia, senang dan gembira. Apalagi kalau berbuah maka kebahagiaan akan semakin meningkat.
Untuk ilustrasi kejahatan, seperti orang yang akan melemparkan kotoran kepada musuh yang begitu dia benci. Pada saat dia memunggut kotoran tersebut. Sebetulnya tangannya sendiri sudah menjadi kotor dan bau. Apakah lemparan kotoran tersebut mengenai orang lain atau tidak. Kenyataannya tangannya sendiri sudah menjadi kotor. Belum lagi kalau lemparannya mengenai orang lain malah akan memperkeruh dan memperpanjang persoalan yang ada. Begitu pun dengan perbuatan jahat yang dilakukan Saat yang bersamaan kita sendiri sudah merasakan akibatnya, yaitu kita mengalami kegelisahan, sedih, marah dan suasana hati yang tidak menentu. Ini baru efek sederhana. Bagaimana kalau hasil perbuatan berbuah tentunya akan jauh lebih sakit lagi.
Kita perlu memperhatikan, menyadari dan mengatur apa yang akan kita lakukan atau bagaimana cara kita mengisi kehidupan. Ini lebih berguna daripada kita hanya berkeluh kesah. Karena tindakan yang dilakukan dapat mempengaruhi perjalanan kehidupan kita lebih jauh. Selama kita masih dalam proses kelahiran kembali selama itu kita akan terus menjalani apa yang telah kita lakukan. Dalam Dhammapada Bab VIII : 110 disebutkan, “Daripada hidup selama seratus tahun yang penuh dengan pikiran jahat dan pikiran yang tidak terkendali, lebih baik hidup satu hari yang penuh dengan perbuatan baik dan pikiran yang terkendali.” Di sini menunjukkan nilai/ bobot perbuatan lebih penting daripada lamanya waktu kehidupan itu sendiri. Kalau nilai perbuatan positif dapat dipertahankan terus menerus, maka kehidupan akan menjadi semakin berharga dan bermakna.
Kita merasa menderita apabila buah hasil perbuatan adalah negatif. Namun kalau kita menyadari prosesnya, buah perbuatan adalah hasil dari perbuatan yang pernah kita lakukan. Kita akan mengerti dan tidak akan mau mengeluh atas kejadian apapun yang akan terjadi. Bahkan mungkin kita akan menyukuri bahwa pada saat seperti ini. Kita masih memiliki kesempatan melihat apa yang telah kita tanam dan kita masih dapat bertahan terhadap apa yang terjadi. Tidak semua orang dapat melakukan hal serupa, apalagi pada saat-saat dia mengalami peristiwa yang pahit. Banyak orang larut dalam kesedihan tanpa berupaya secepat mungkin bangkit dan berusaha semaksimalnya. Kalau kita hanya membiarkan agar perbuatan berlalu atau semakin larut pada keadaan demikian, kita hanya akan semakin merasa menderita. Seperti kisah yang dituturkan oleh seorang Bhikkhuni bernama Ko Fei Chen. Sebelum beliau menjadi seorang Bhikkhuni, dia adalah seorang dokter. Dia mengisahkan tentang kehidupan seorang pasien yang pernah menderita karena kanker Mulut. Pasien ini merasa sangat tidak bahagia. Setiap kali dia menelan ludah, cairan atau sesuatu menyentuh ke mulutnya, pasien ini akan merintih merasa begitu perih dan sakit sekali. Penderitaannya ini memang sangat berat untuk diungkapkan. Siapapun orang yang menderita seperti itu kemungkinan besar akan mengalami hal yang sama.
Meskipun demikian, ternyata pasien ini masih merasa beruntung karena dia dapat mengenal Buddha Dharma yang disampaikan langsung oleh Ko Fei Chen. Semula dia selalu menolak keadaan yang dihadapinya. Akhirnya dia dapat menerima apa yang terjadi. Mengapa ?” Karena pada saat dia mengingat kembali pola perilaku masa mudanya. Dia termasuk orang yang sangat suka memancing. Tidak semua orang memancing ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tetapi ada orang yang melakukan karena hobby. Tetapi mereka tidak pernah menyadari bagaimana dengan ikan-ikan yang dipancingnya. Saat dipancing ikan pun akan mengalami sakit yang luar biasa. Dengan kondisi yang terluka dilepaskan kembali. Memang ini sangat memprihatinkan.
Dengan merenungkan bagaimana keadaan yang dialami oleh ikan yang pernah dia pancing. Dia pun dapat menerima keadaan sakit yang dirasakan sendiri saat itu karena penyakit kanker mulut. Pasien ini pun bertekad untuk tidak menggulangi maupun melakukannya lagi bahkan perbuatan-perbuatan negatif lainnya akan dia hindari sama sekali.
Ini adalah bentuk refleksi atas perbuatan apa yang pernah dilakukan. Karma memberikan pengertian kepada kita apa efek perbuatan dan tindakan bijaksana apa yang perlu untuk kita kembangkan. Tidak hanya mengikuti perasaan emosi belaka tetapi memiliki pengertian dan kesadaran dalam berbuat baik. Apapun yang terjadi pada kita, kita sendiri yang harus bertanggung jawab atas perbuatan itu sendiri.
II. HASIL PERBUATAN
Buddha bersabda kepada para Bhikkhu sebagai berikut : “O, Para Bhikkhu, tindakan-tindakan yang diniati, dilakukan dan dikumpulkan itu tidak akan padam selama hasilnya belum dialami. Apakah di kehidupan ini juga, kehidupan mendatang atau beberapa kehidupan berikutnya dan selama tindakan diniati, dilakukan dan dikumpulkan belum dialami, tidak akan ada akhir penderitaan.”
Jadi, karma yang telah kita lakukan tersebut, memiliki hasil yang pasti. Hanya menunggu waktu yang tepat untuk berbuah. Meskipun demikian tidak berarti kita tidak bisa melakukan apa-apa. Kita dapat mengubah kondisi dan potensinya, yaitu dengan melakukan kebajikan yang lebih besar lagi. Seperti halnya angin yang bergerak ke arah barat, kita tidak dapat mengubah arah angin. Kalau kita akan belayar ke arah timur. Tetapi tujuan kita dapat tercapai yaitu dengan cara mengubah layarnya dan hal ini sangat sederhana untuk dilakukan.
Hasil Perbuatan dari sepuluh perbuatan baik dan sepuluh perbuatan jahat ada 3 (tiga) macam, yaitu : alam kelahiran berikutnya, pengaruh serupa dan lingkungan tempat tinggal
II.1. Alam kehidupan
Dalam konsep Buddhis alam kehidupan tersebut ada 31 (tiga puluh satu) alam. Secara garis besar terdiri dari lima alam, yaitu alam manusia, alam dewa, alam asura, alam setan, alam neraka dan alam hewan. Apabila orang melakukan kebaikan maka akan terlahir di alam bahagia. Dalam hal ini alam dewa merupakan alam bahagia. Sebaliknya apabila orang berbuat jahat akan terlahir di alam penderitaan yang meliputi : alam asura, setan, neraka dan hewan.
Perbuatan tidak baik pada tingkat yang terburuk apabila dikembangkan dan dijalankan seringkali akan menjadi penyebab untuk terlahir di alam neraka, pada tingkat menengah terlahir di alam hewan. Pada tingkat teringan terlahir sebagai setan.
Apabila orang tidak terlahir di dua macam alam tersebut, maka mereka akan terlahir di alam manusia. Sementara alam manusia memiliki dua kondisi tersebut dan apa yang diterima sesuai dengan benih perbuatannya sendiri. Berbeda dengan alam dewa mereka hidup menikmati kebahagiaan dan kesenangan saja. Sementara alam neraka mereka mengalami penderitaan yang luar biasa. Kita tidak boleh menganggap hal kecil apabila kita melakukan kejahatan atau menganggap alam penderitaan biasa saja. Sekali orang masuk ke dalam alam tersebut maka akan sulit baginya untuk terlepas dari alam tersebut apalagi untuk terlahir di alam yang lebih tinggi. Begitu pula kita tidak boleh memiliki keinginan untuk terlahir di alam hewan. Saat kita melihat hewan tertentu, yang kelihatnya hidupnya jauh lebih enak dibandingkan dengan manusia. misalnya seekor kucing atau anjing yang terlihat begitu sangat disayang dan mendapat makanan yang layak. Timbul inspirasi kita untuk terlahir sebagai anjing atau kucing. Hal ini tidak baik dan tidak bijaksana. Karena dapat membentuk pikiran bawah sadar. Sehingga benar-benar dapat membuat kita terlahir di alam tersebut.
Apabila kita kaji lebih mendalam sebetulnya alam hewan mereka diliputi oleh ketakuatan. Setiap saat mereka harus siap untuk diserang atau diterkam hewan lainnya. Bahkan bahaya terbesar adalah manusia. Selain itu kesempatan bagi mereka untuk terlahir di alam yang lebih baik akan jauh lebih sukar apalagi hewan yang hidupnya mengkonsumsi hewan lainnya. Setiap hari mereka harus melakukan pembunuhan agar dapat bertahan hidup. Sementara yang lain selalu dalam keadaan tertekan. Ini betul-betul menderita. Di banding dengan alam manusia tentunya sangatlah berbeda.
Seringkali timbul pertanyaan, kalau demikian mengapa ada hewan yangn hidupnya kelihatannya begitu baik di banding manusia. Hal ini tidak dapat kita pisahkan dari karma. Betul ia terlahir di alam hewan tetapi sebelum kehidupan ini sebagai makhluk apapun mereka pun melakukan perbuatan. Apabila perbuatannya baik, terlahir dalam bentuk hewan, ia akan meresa lebih bahagia dari hewan lainnya. Sebaliknya kalau perbuatan negatif jauh lebih besar dalam bentuk hewan ia semakin menderita. Karena ada hewan yang sangat disayangi dan ada pula hewan yang sangat dibenci.
Dalam sutra disebutkan makhluk-makhluk yang terlahir di alam asura mereka dipenuhi rasa tidak puas dan iri akan kebesaran alam dewa. Mereka sangat menderita sekali. Pada alam setan mereka mengalami kelaparan dan rasa haus luar biasa. Makhluk-makhluk yang terlahir di alam neraka mereka menerima buah penderitaan yang begitu berat. Sementara mereka yang terlahir di alam dewa, mereka mengalami terus-menerus kebahagiaan. Namun kebahagiaan tersebut tidaklah kekal adanya. Setelah buah karma habis mereka pun terlahir kembali.
Kehidupan ini terus berputar kalau kita tidak hati-hati akan tergelincir dan mengalami penderitaan. Sekali kita lalai akan membawa penderitaan yang panjang. Disebutkan pula dalam Bodhisattva Vow, meskipun seseorang memiliki kemampuan melihat 5 (lima) kehidupan yang akan datang. Kelima kehidupan tersebut selalu dilahirkan di alam bahagia, semua kebutuhan terlengkapi. Ini tetap belum cukup karena dia tidak mengetahui kehidupan keenamnya. Apakah dia dapat mempertahankan atau mengalami hal serupa ? Tidak ada yagn tahu secara pasti. Kalau dirinya sendiri tidak berusaha secara giat menyempurnakan kebajikan dalam hidup ini.
II.2. Pengaruh yang serupa
Pengaruh serupa adalah hasil karma yang diterima sesuai dengan perbuatan atau memiliki kemiripan dengan perbuatan yang dilakukan. Orang yang telah menghindari perbuatan dari pembunuhan mereka akan menikmati hidup yang panjang dan kesehatan yang baik. Tetapi kalau mereka melakukan perbuatan pembunuhan mereka akan mengalami usia pendek, penuh penyakit dan sakit-sakitan.
Orang yang tidak mengambil barang milik orang lain, mereka akan mudah mengumpulkan harta dan kekayaan. Sebaliknya orang yang mencuri, mereka mudah sekali mengalami kehilangan harta dan kekayaan. Saat telah dikumpulkan harta dicuri orang lain atau pinjaman tidak dikembalikan.
Orang yang tidak melakukan perbuatan asusila, mereka memiliki teman-teman yang akrab dan keluarga bahagia. Tetapi mereka yang melakukan perbuatan asusila mereka akan mengalami cepat berpisah dari teman-teman dan keluarga, pasangan hidupnya selingkuh/ tidak setia, karyawannya mengundurkan diri silih berganti atau tidak dapat menetap dan dia mengalami hidup sendirian tidak ada yang menemani.
Akibat ucapan berbohong, orang tidak ada yang percaya apa yang dia utarakan dan orang tidak mendengarkan pengarahannya. Selain itu dia sering kali mendapat tuduhan palsu.
Akibat ucapan menjelek-jelekkan orang lain (gosip), dia akan sukar menjalin hubungan harmonis dengan orang lain dan sering ditinggalkan oleh teman-temannya.
Akibat Kata-kata kasar, orang-orang mengatakan sesuatu yang tidak baik mengenai dia dan sering kali dia menerima kata-kata yang tidak menyenangkan.
Akibat ucapan yang tidak bermanfaat, orang tidak memperhatikan dengan serius apa yang dia utarakan, mereka menganggap dia orang bodoh sehingga tidak memperhatikan pendapat dan pandangannya. Selain itu dia berbicara tidak jelas.
Akibat sifat tamak, keinginan tidak terpenuhi dan mengalami kegagalan memperoleh apa yang diharapkan.
Akibat niat jahat dia akan tertekan perasaan ketakutan dan mudah panik pada situasi bahaya.
Akibat pandangan salah, dia mudah sekali mengalami kebinggungan dan sukar mengembangkan kebijaksanaan.
II.3. Lingkungan
Orang yang tidak melakukan pembunuhan, mereka akan berdiam di tempat bersih dan tidak tersebar bibit penyakit. Makanan berlimpah ruah dan bergizi untuk jangka waktu lama, tersedia obat-obatan yang manjur dan kesehatan yang baik. Sehingga memungkinkan mereka untuk hidup lebih panjang dan tidak mengalami sakit-sakitan. Hal ini sangat jelas ada 2 (dua) orang penyakit serupa tetapi satu karena kondisi ekonomi baik dia dapat membeli obat-obatan yagn tepat dan mendapat perwatan yang layak sehingga dia dapat sembuh. Tetapi yang lain karena ekonominya rendah dia tidak dapat memperoleh obat yang layak atau sama sekali tidak mendapat perawatan sehingga membuat dia semakin parah dan menderita. Bahkan akiabt keadaan tersebut dia meninggal dunia. Padahal untuk ukuran umum, jenis penyakitnya tersebut biasa saja. Mengapa hal ini dapat terjadi. Kita tidak dapat melepaskan dari pengaruh karma masing-masing.
Orang yang mengambil barang milik orang lain/ mencuri, mereka akan bermungkin di tempat dimana terdapat semak belukar, jarang ada tanaman dan kalau pun ada sayuran yang tumbuh tidak subur.
Orang yang melakukan perbuatan asusila, mereka berdiam di daerah tempat penipu dan menipu kita, di sana tidak ada orang yang dapat dipercayai.
Orang yang mengucapkan kata-kata memecah belah, mereka berdiam di tempat berbatu keras dan pegunungan, sedikit alat transportasi sehingga orang harus memikul beban berat.
Orang yang mengucapkan kata-kata kasar mereka berdiam di daerah lembah dengan tanaman berduri dan merasa tidak nyaman saat bergerak. Karena setiap saat kulit mudah sekali tersayat oleh tanaman tersebut. Seperti kata-kata kasar yang diucapkan begitu menyayat bagi siapaun yang mendengarkan. Demikian pun dia tinggal di tempat dimana dia akan selalu tersayat oleh duri yang ada disekitarnya.
Orang yang suka menggosip mereka berdiam di daerah tempat tanaman dan buahan tidak tumbuh wajar atau waktu yang tepat dan tidak sesuai dengan musimnya.
Orang yang tamak mereka berdiam di daerah tempat sumber materi mudah berkurang dan hilang, kekuatan fisik dan wajah mudah berubah.
Orang yang memiliki niat jahat mereka berdiam di daerah perang, penyakitan atau tempat dimana konfliknya berkelanjutan.
Orang yang memiliki pandangan salah mereka berdiam di daerah yang kekurangan air dan sumber mineral mudah habis, tidak ada seni dan kehidupan spiritual.
Ketiga macam hasil perbuatan tersebut menunjukkan bahwa orang tidak dapat lepas dari perbuatan yagn dilakukannya. Setiap saat dia selalu memanen perbuatannya sesuai dengan bobot masing-masing. Hal ini pun menjadi bahan perenungan bagi kita masing-masing untuk selalu waspada dan secepat mungkin memperbaiki perilaku dan sikap dalam menapak kehidupan ini lebih baik dan bijaksana. Karena apa yang kita alami tersebut begitu jelas dan pasti hanya menunggu waktu saja. Kita tidak perlu untuk menyesali apa yang telah terjadi. Karena penyesalan tidak bisa mengubah keadaan. Lebih baik kita bertobat dalam pengertian bertekad untuk tidak melakukan kembali jenis perbuatan negatif tersebut. Selain itu kita perlu mengembangkan sikap mental yang baik, yaitu bagaimana kita mengubah keadaan yang buruk menjadi baik. Pengalaman yang tidak baik menjadi menyenangkan. Sehingga keadaan apapun yang terjadi dapat kita hadapi dengan jalan Dharma tidak membawa penderitaan bagi siapapun.
III. PEMBAGIAN KARMA
Karma secara garis besar dibagi menjadi 4 (empat) macam, yaitu karma menurut kedudukannya, karma menurut waktu, karma menurut kekuatan dan karma menurut fungsi. Apabila kita mampu memahami keempat macam tersebut, maka kita akan mudah mengenali setiap bentuk perubahan yang kita hadapi lebih jauh lagi.
Pembagian karma ini mampu menjawab pertanyaan, mengapa ada orang yang terlahir usia pendek, sedang atau panjang ?” Mengapa ada orang yang jahat tetapi hidupnya kelihatannya kebal dari hukum ? mengapa orang yang baik hidupnya susah ?” Mengapa ada orang yang hidupnya tidak kekurangan sementara yang lain selalu kekurangan ?” Seperti pada suatu kesempatan, Buddha ditanya, “Mengapa di dunia ini ada orang yang menjalankan usaha, tetapi selalu mengalami kerugian. Ada yang hanya pas-pasan, ada yang lebih dan ada yang berlimpah rua.
Buddha bersabda, “Pada kehidupan sebelumnya ada orang yang berkehendak dan berjanji untuk memberikan barang kepada pertapa suci. Namun dia tidak tepati. Akibatnya apa yang dilakukan selalu gagal. Ada orang yang berkehendak dan berjanji untuk memberi, dia memberi sesuai apa yang dijanjikan. Maka hasilnya sesuai apa yang diharapkan. Sementara bagi mereka yang berjanji tetapi dia memberikan lebih dari pada apa yang dijanjikan. Maka setelah kelahiran berikutnya. Hartanya berlimpah rua.
Ini hal yang sering kita jumpai dalam kehidupan. Di samping itu, kita harus tetap berusaha untuk berbuat yang terbaik. Karena kita tidak tahu perbuatan apa yang telah kita lakukan sebelum kehidupan ini dan kalau pun kita tahu hal ini tidak akan mempengaruhi kehidupan kita. Kalau kita tidak berusaha berbuat yang terbaik.
III.1. Karma menurut Kedudukan
III.1.1. Karma buruk (yang menghasilkan akibatnya di alam-alam menyedihkan (Duggati–loka)
Terdapat 10 macam perbuatan tak baik, yaitu membunuh, mencuri, berzina (ketiganya ini disebabkan oleh perbuatan Badan Jasmani {Kaya-Kamma}; berbohong, memfitnah, berKata Kasar, bergunjing (keempatnya ini disebabkan oleh Ucapan {Vaci-Kamma}); ketamakan, Itikad Jahat. dan Pandangan Salah (ketiganya ini disebabkan oleh Pikiran {Mano-Kamma}).
III.1.2. Karma baik yang menghasilkan akibatnya di alam-alam penuh nafsu (Kama–loka)
Terdapat 10 perbuatan baik atau bermoral. yaitu; kemurahan-Hati (Dana), kemoralan (Sila), Meditasi (Bhavana), Rasa Hormat (Apacayana), Rasa Bakti/Berbalas Budi (Veyyavacca). Pelimpahan Jasa (Pattidana), Bergembira Dalam Kebajikan Orang Lain (Pattanumodana), Mendengarkan Dhamma (Dhammasavana), Membabarkan Dhamma (Dhammadesana), dan Meluruskan Pandangan Salah (Ditthujukamma).
III.1.3. Karma baik yang menghasilkan akibatnya di alam Brahma yang berbentuk (Rupa–loka)
Terdapat 5 jenis tingkatan yang merupakan tingkat ketenangan batin yang terjadi di dalam proses meditasi. yaitu: Tingkat dari Jhana atau Penyerapan Pertama hingga Tingkat Jhana atau Penyerapan kelima.
III.1.4. Karma baik yang menghasilkan akibatnya di alam Brahma yang tanpa bentuk (Arupa–loka)
Terdapat 4 jenis, yang juga merupakan tingkatan ketenangan batin dan terjadi di dalam proses meditasi, yaitu: Kesadaran yang berdiam di dalam ruang tanpa batas ; Kesadaran yang berdiam di dalam kesadaran tanpa batas ; Kesadaran yang berdiam pada kekosongan ; dan Kesadaran dimana persepsi/pencerapan amat sangat halus sehingga ia tak dapat dikatakan ada atau tidak ada.
III.2. Karma menurut waktu
Buddha bersabda, “O, Para Bhikkhu, tindakan-tindakan yang diniati, dilakukan dan dikumpulkan itu tidak akan padam selama hasilnya belum dialami. Apakah di kehidupan ini juga, kehidupan mendatang atau beberapa kehidupan berikutnya dan selama tindakan diniati, dilakukan dan dikumpulkan belum dialami, tidak akan ada akhir penderitaan.” (Anguttara Nikaya X : 206). Karma menurut waktu terbagi menjadi 4 (empat) macam, yaitu :
III.2.1. Karma yang berbuah dalam kehidupan saat ini
Karma yang dilakukan akan berbuah langsung dalam kehidupan ini juga tanpa harus menunggu kehidupan mendatang. Kita dapat kita rasakan langsung akibatnya. Pada jaman Buddha, apabila ada orang yang dengan ketulusan hati memberikan persembahan kepada Buddha, maka tidak dari 7 (tujuh) hari mereka dapat merasakan hasil perbuatannya. Seperti kisah seorang penjual bunga bernama Sumana, saat melihat Buddha dia menjadi begitu bahagia, senang dan gembira. Dengan ketulusan hati dia mempersembahkan bunga yang ada ditangannya kepada Buddha. Pada hari itu Raja Bimbisara yang mendengar berita ini sangat bahagia atas ketulusan hati Sumana. Raja pun memberikan penghargaan kepadanya berupa delapan ekor kuda, delapan budak laki-laki, delapan orang budak perempuan, delapan orang anak gadis dan uang delapan ribu .
Kisah seorang Brahmana bernama Ekasataka yang begitu miskin, bahkan jubah/ pakaian yang dimilikinya hanya satu setel saja. Apabila dia berkehendak keluar, maka isterinya di rumah menunggu saja. Begitu pula apabila isterinya yang keluar dia di rumah. Suatu hari saat mendengarkan Dharma Buddha, brahmana tersebut timbul suka cita yang sangat tinggi. Dia berkehendak untuk memberikan pada orang yang begitu dikaguminya tersebut. Namun dia tidak punya harta sama sekali. Setelah dicermati dengan seksama hanya jubah satu-satunya harta dia antara keranguan dan kebimbangan bergejolak dalam batin brahmana tersebut. Pada pertemuan pertama dia memutuskan tidak memberikan persembahan dengan segala pertimbangan. Begitu pula dengan pertemuan kedua kalinya, dia tidak mampu untuk menaklukkan batinnya. Tetapi pada pertemuan ketiga, dia memutuskan untuk memberikan persembahan satu-satunya jubah yang paling berharga dalam hidupnya. Setelah dapat memberikan persembahan tersebut. Brahmana ini merasakan kegembiraan yang luar biasa bahwa dia dapat menaklukkan terhadap keragu-raguan dan kebimbangan yagn menghantuinya. Pada saat menuju pulang dia berpapasan dengan raja. Raja melihat perilaku Brahmana ini merasa begitu penasaran. Mengapa Brahmana ini begitu bahagia dan gembira, ada kabar apa yang membuat brahmana berlaku demikian.
Brahmana ini pun menjelaskan secara mendetail. Raja terkesimah dan simpati yang luar biasa atas pengorbanan Brahmana tersebut. Maka dia pun memerintahkan kepada pengawalnya untuk menyerahkan jubah dua potong. Brahmana tersebut menerima tetapi tidak untuk dipakai sendiri. Dia langsung menyerahkan kepada Buddha. Kejadian ini berulang sampai raja memberikan hadiah sebanyak 32 potong dan akhirnya Brahmana tersebut mengambil dua potong selebihnya dipersembahkan kepada Buddha. Selain itu raja pun mengirimkan tujuh macam hadiah, masing-masing berjumlah empat, yaitu empat ekor gajah, empat ekor kuda, empat orang pelayan wanita, empat orang pelayan laki-laki, empat desa dan empat ribu uang tunai untuk keluarga Brahmana tersebut. Melihat kejadian ini, murid Buddha pun bertanya mengapa Brahmana tersebut dapat menerima hadiah yang begitu luar biasa dari Raja ?” Buddha pun menjelaskan pemberian yang dilakukan oleh Brahmana tersebut dengan ketulusan yang luar biasa dan telah mengalahkan segala kebimbangan dan keraguan. Malahan Buddha menyebutkan, “Apabila pada pertemuan pertama, Brahmana tersebut dapat menaklukkan dirinya, maka dia akan mendapat hadiah dari raja sebanyak 16 kali lipat dari yang diterimanya saat itu. Tetapi kalau dia memberikan pada pertemuan kedua maka hadiahnya delapan kali lipat. Karena dia memberikan pada pertemuan ketiga dia hanya memperoleh empat kali lipat saja.
Mengapa dapat terjadi demikian ?” Karena kebajikan yang dimiliki oleh Buddha begitu luar biasa. Dalam setiap kehidupan sebelumnya Beliau selalu menyempurnakan diri. Jasa kebajikan yang dimilikinya tiada taranya. Jadi, kalau kita hendak berdana kita harus cepat-cepat lakukan. Kalau kita tunda hasilnya akan datang perlahan dan sebagian saja. Kemungkinan pula kita tidak lakukan sama sekali. Dalam Dharma disebutkan barang siapa yang memberikan dana/ persembahan kepada orang suci hasilnya lebih besar dari pada umumnya. Persembahan yang paling tinggi adalah kepada Sangha. Mengapa demikian !” Karena Sangha merupakan ladang jasa kebajikan, tempat berkumpulnya para suciwan. Apabila kita cermati dengan sungguh-sungguh perbuatan yang kita lakukan sepintas lalu sebetulnya kita pun sudah dapat merasakan akibatnya. Meskipun sesaat saja. Seperti saat kita mendoakan semua makhluk hidup berbahagia. Kalau doa tersebut dilakukan benar-benar dengan ketulusan hati dan pikiran terpusat penuh. Kita akan merasakan kebahagiaan. Begitu pula kalau kita suka berdana, saat kita memberikan dana sebenarnya kita sudah merasa senang dan gembira. Sebaliknya kalau kita memiliki keinginan jahat terhadap orang lain. Kita akan mengalami kegelisahan dan perasaan yang tidak nyaman. Seakan-akan setiap tingkah kita salah. Kalau kita marah, mimik wajah kita tidak menarik untuk dipandang oleh siapa pun. Nafas tidak beraturan dan kita merasa tidak nyaman sama sekali. Sebetulnya tidak ada orang merasa senang marah karena marah membuat mereka menderita. Sebaliknya perbuatan positif memberi kebahagiaan maka orang berlomba-lomba untuk berbuat baik. Hanya saja pemahaman kebaikan sendiri yang masih belum jelas terkadang dalam melakukan kebaikan sering ditemukan mereka malah membuat dirinya sendiri dan orang lain menempuh jalan yang salah.
Jadi, dari hal tersebut di atas kita dapat mengerti adanya buah karma sepenuhnya meskipun itu baru permulaan yang dapat kita rasakan. Apalagi kalau karma tersebut berbuah penuh maka kualitasnya akan semakin besar dan kita memetik atas hasilnya pun semakin besar.
III.2.2. Karma yang berbuah dalam kehidupan mendatang
Sering kita menjumpai orang yang suka mengeluh, mengapa hidup saya tidak berubah ?” Mengapa jalan hidup ini selalu mendapat halangan ?” Mengapa saya tidak kaya-kaya sementara teman saya semua telah menjadi orang yang sukses ?” Mengapa orang jahat hidupnya kaya dan dapat pergi ke mana-mana, sementara saya sendiri tinggal di rumah saja ?” Memang semua itu tidak asing lagi kita dengar. Dalam agama Buddha, orang yang melakukan kebajikan, apabila perbuatannya tersebut belum berbuah dia akan berkeluh kesah, tetapi kalau perbuatannya telah berbuah dia baru mengerti bahwa perbuatan baik itu hasilnya begitu bahagia. Sebaliknya orang yang berbuat jahat selama kejahatannya belum berbuah dia merasa bahagia terkadang malah menyindir orang yang hidupnya lurus. Tetapi pada saat perbuatan jahatnya berbuah. Dia akan merasakan begitu menderita sekali akibat perbuatan jahatnya tersebut. Seperti kasus pengedar narkoba, mereka merasa begitu mudah mengumpulkan harta dengan cara tersebut. Terkadang mereka membujuk orang lain untuk ikut bergabung. Mengapa harus hidup susah ?” Tetapi kalau perbuatan ini terungkap oleh aparat kepolisian, mereka merasakan begitu ketakutan. Mereka baru menyesali bahwa mereka tidak mengerti, terpaksa, tidak memiliki perkerjaan dan berbagai alasan lainnya. Pada saat tersebut mereka baru dapat memuji orang yang hidupnya lurus lebih baik dari pada mereka.
Karma yang berbuah dalam kehidupan mendatang dapat terjadi karena karma yang telah dilakukan tidak berbuah dalam kehidupan ini atau memang potensinya cenderung ke kehidupan yang akan datang. Seperti Kisah yang terhimpun dalam Petavatthu, dimana orang-orang yang terlahir di alam setan. Karena pada kehidupan sebelumnya sewaktu sebagai manusia, mereka tidak waspada dan lalai dalam mengumpulkan jasa kebajikan. Membiarkan kejahatan menyertai maupun menghiasi perjalanan mereka. Begitu pula dengan kisah yang tercantum dalam Vimanavathu, yaitu kisah orang-orang yang terlahir di alam dewa karena jasa kebajikan yang telah mereka himpun dalam kehidupan lampau tanpa ragu-ragu.
III.2.3. Karma yang berbuah dalam beberapa kehidupan
Karma ini potensinya begitu besar sehingga tidak cukup berbuah hanya satu atau dua kehidupan saja tetapi dalam beberapa kehidupan dan terus berbuah mencari majikannya. Seperti kisah seekor lembu yang hendak dipotong oleh seorang pandita pemimpin upacara pengorbanan. Saat sebelum upacara dia gembira sesaat kemudian sedih. Perilaku lembu tersebut didengar dan diperhatikan oleh pembantu pandita. Pembantu pandita ini pun menceritakan kepada atasnya. Pandita yagn mendengar hal ini menjadi begitu penasaran dan dia pun menemui lembu aneh tersebut untuk mendapat jawabannya. Lembu ini pun menceritakan bahwa dia bahagia karena hari ini dia akan mati dan karma kejahatan yang dilakukan sebelumnya akan habis hari ini juga. Dia merasa sedih karena ada orang yang melakukan perbuatan yang pernah dia lakukan sebelumnya yaitu pandita pemimpin upacara ini. Dalam setiap kelahiran sebelumnya, kematiannya selalu tragis, yaitu ia selalu mengalami kepalanya berpisah dari tubuhnya. Pada malam hari itu pun kejadian sama terulang kembali, yaitu sebuah batu karang yang besar jatuh karena hujan yang deras dan batu tersebut jatuh tepat di lembu aneh tersebut dan memisahkan kepala dengan tubuhnya. Kejadian ini merupakan yang keseratus yang harus dialaminya. Karma ini memiliki potensi yang besar dan selalu mengikuti dalam beberapa kelahiran. Umumnya jenis perbuatan yang bobotnya tinggi, dilakukan pada orang-orang yang suci dan/ atau memiliki karma yang berat.
III.2.4. Karma yang tidak berbuah/ tidak efektif
Karma yang tidak berbuah karena potensinya sudah habis. Seperti sebutir benih yang telah tersimpan lama sehingga menjadi daluawarsa. Benih ini tidak memiliki potensi untuk tumbuh menjadi tanaman. Kemungkinan lainnya buah karma tersebut telah memberikan hasil secara penuh sehingga kehilangan kekuatannya.
III.3. Karma menurut kekuatan
Karma menurut kekuatan terbagi menjadi 4 (empat), yaitu :
III.3.1. Karma yang berat
Karma yang memiliki potensi untuk berbuah lebih dahulu dari karma lainnya. Seperti diumpamakan 3 (tiga) benda dilemparkan dari ketinggian dan waktu yang sama, benda pertama berupa logam, kedua kertas dan ketiga kapas. Benda yang memiliki bobot berat yang lebih tinggi akan sampai terlebih dahuludibanding dengan benda yang lainnya. Dalam hal ini logam, kemudian kertas, selanjutnya kapas. Karma berat ini ada dua macam, yaitu karma baik dan karma buruk. Karma baik, seperti latihan meditasi yang telah mencapai tingkat pengembangan. Setelah kematian akan terlahir di alam Jhana.
Karma yang buruk yang berat adalah lima macam perbuatan jahat, yaitu membunuh ibu, membunuh ayah, melukai seorang Buddha, membunuh seorang arahat dan memecah belah sangha. Mengapa bisa demikian ?” Untuk orang tua jasa kebajikan mereka itu luar biasa. Bahkan sebagai seorang anak tidak mudah untuk membalas jasa kebajikan mereka. Dalam Anggutara Nikaya disebutkan, seandainya seseorang memikul ibunya kemana-mana disatu bahunya dan memikul ayahnya pada bahu yang lain. Ketika melakukan hal ini dia hidup seratus tahun. Walaupun dia melayani ibunya dan ayahnya dengan meminyaki, memijat, memandikan dan menggosok kaki tangan mereka serta membersihkan kotoran mereka. Perbuatan ini pun belum cukup, dia masih belum dapat membalas budi ibu dan ayahnya. Bahkan seandainya dia mengangkat orang tuanya sebagai raja dan pengusaha besar di bumi ini, sangat kaya dan memiliki tujuh harta, dia masih belum berbuat cukup untuk mereka. Dia belum dapat membalas budi mereka. Mengapa demikian ?” Karena orang tua telah berbuat banyak untuk mereka. Mereka membesarkan, memberi makan dan membimbingnya melalui dunia ini. Tetapi seseorang yang mendorong orang tuanya yang tadinya tidak percaya, membiasakan dan mengukuhkan mereka dalam keyakinan, mendorong orang tuanya yang tadinya tidak bermoral, menjadi bermoral, mendorong orang tuanya yang tadinya kikir menjadi dermawan, mendorong orang tuanya yang tadinya bodoh batinnya menjadi bijaksana. Orang seperti itu telah berbuat cukup untuk orang tuanya. Dia telah membalas budi mereka dan lebih dari membalas budi atas apa yang telah mereka lakukan.
Melukai seorang Buddha, Buddha tidak dapat dibunuh oleh siapapun karena jasa kebajikan dan penyempurnaan latihan yang telah dilakukan. Karena dalam kelahiran sebelumnya Beliau telah menghindari dari perbuatan pembunuhan, penganiyayaan terhadap makhluk apapun baik perbuatan, ucapan maupun lewat pikirannya. Selain itu kebajikan seorang Buddha begitu luar biasa, sehingga siapapun yang melakukan perbuatan akan menerima hasil yang besar pula. Membunuh seorang arahat, karena arahat ini merupakan orang suci. Kualitas orang suci kebajikannya lebih tinggi dibanding orang biasa. Kalau ada orang yang membunuh mereka karma buruknya pun lebih tinggi dari makhluk biasa. Malahan dalam beberapa kisah, karma yagn dipetiknya dapat bertahan dalam beberapa kehidupan. Memecah belah Sangha, karena sangha merupakan tempat berkumpul orang-orang suci. Para suciwan merupakan pelita kehidupan dunia. Siapapun yang dapat dekat dan belajar darinya akan memperoleh manfaat yang sangat luar biasa.
III.3.2. Karma menjelang ajal
Karma menjelang ajal menentukan kelahiran berikutnya kalau tidak ada bekerjanya karma berat. Orang yang dalam kondisi sekarat sepatutnya kita memberikan penghiburan dan membuat batin mereka menjadi tenang dan damai. Karena hal ini merupakan waktu yang sangat tepat dapat membantu ke kelahiran mereka yang lebih baik. Orang yang batinnya gelisah berarti mereka masih memiliki beban maupun kemelekatan yang tinggi. Kalau kemelekatannya tersebut tidak dapat ditinggalkan akan membawa kepada kehidupan yang kurang baik. Begitu pula orang yang stress dan mau bunuh diri. Kalau sampai dia melakukan perbuatan bunuh diri, perbuatannya akan merugikan dirinya sendiri, baik dalam kehidupan sekarang maupun kehidupan berikutnya, yaitu terlahir di alam penderitaan. Mengapa ?” Karena kondisi batinnya tidak tenang dan penuh prustasi, kemarahan atau beban lainnya.
Ada kisah suatu keluarga dimana terdapat ayah, ibu dan anak. Ibunya begitu sayang sama anaknya. Saat menjelang ajal dia merasa resah dan gelisah memikirkan anaknya tersebut. Akibat keadaan ini ibu tersebut terlahir kembali dekat dengan keluarganya tetapi sebagais eekor anjing yang selalu menemani pemilik rumah tidak lain adalah anaknya terdahulu. Jadi keadaan batin yang tidak terkendali dengan baik dapat membawa kita pada keadaan yang tidak baik. Sehingga dengan pemahaman seperti itu. Kita perlu melatih diri kita setiap saat untuk melatih hati dan pikiran. Kalau pun kita meninggal kita dapat mempertahankan keadaan batin dengan kondisi yang tenang dan bahagia. Sehingga setiap hari kita perlu melatih terus-menerus praktek meditasi atau pelafalan pada nama Buddha.
III.3.3. Karma kebiasaan
Karma yang biasa dilakukan mengakibatkan kebiasaan. Seperti suka memberikan dana. Kalau perbuatan ini dilakukan terus menerus akan menjadi kebiasaan. Begitu pula dengan orang yang sering menyakiti orang lain. Pertama mungkin dia merasa bersalah sekali tetapi kalau perbuatan ini terus dilakukan maka dia menganggap sebagai hal biasa. Ini perbuatan yang tidak baik. Kebiasaan tersebut terjadi karena sering kali kita ulangi. Kebiasaan yang buruk membawa hasil buruk sementara kebiasaan baik membuat kita menjadi maju.
Banyak perbuatan yang dapat kita jadikan sebagain perbuatan positif, seperti memberikan pelayanan kasih kepada orang yang sakit, melatih meditasi, pelafalan nama Buddha atau pemberian bantuan pada orang yang kesusahan. Namun sering pula kita mendengar berbagai alas an mereka tidak dapat melakukan kebaikan karena tidak memiliki waktu. Sebetulnya mereka dapat melakukannya. Karena dalam berbuat kebajikan tempatnya tidak harus berada di tempat ibadah. Di mana kita tinggal atau kita berada kita dapat melatih dan berbuat baik. Misalnya saat kita lagi mengadakan perjalanan jauh daripada tidak ada aktivitas sama sekali lebih baik kita latih pikiran dengan pelafalan nama Buddha, Boddhisattva atau pelimpahan jasa kebajikan kepada semua makhluk. Kebiasaan ini sangatlah sederhana dan bermanfaat sekali bagi siapapun dan dalam keadaan bagaimanapun dari pada melamun dan membuang waktu begitu saja.
III.3.4. Karma yang tidak begitu berat dirasakan
Jenis karma ini hampir tidak didorong oleh kehendak. Tetapi tetap menimbulkan hasil atas perbuatan yang terjadi. Karma ini dilakukan sewaktu-waktu dan hampir tidak didorong oleh kehendak.
III.4. Karma menurut Fungsi
Karma menurut fungsinya terbagi menjadi 4 (empat) macam, yaitu :
III.4.1. Karma Penghasil
Karma ini yang menentukan makhluk-makhluk terlahir di alam yang mana sesuai dengan karma yang dilakukan atau bekerjanya karma menurut kekuatan. Karma ini mencari tempat yang cocok sesuai dengan karma yang kita punyai. Untuk terlahir di alam mana, tempatnya dimana, keluarga apa, status sosial bagaimana. Seperti orang yang memiliki tabungan yang cukup. Pada saat berpergian dia dapat memilih hotel sesuai dengan keuangannya sendiri. Begitu pun karma penghasil menentukan sesuai dengan karma yang telah dihimpun olehnya. Apabila pada kehidupan sebelumnya dia melatih kemurahan hati, perbuatan baik (Sila) dan kebijaksanaan maka dia akan terlahir di alam sorga, kalau pun tidak di sana di alam manusia. Begitu pun orang yang mengembangkan keserakahan begitu tinggi mereka akan terlahir di alam setan, kalau kebenciannya yang tinggi di alam neraka. Sebaliknya kalau kebodohan dibiarkan terlahir di alam hewan.
Kita sering dengar pertanyaan mengapa orang baik hidupnya pendek sementara orang jahat hidupnya panjang ?” Mereka melihat hal ini karena teman-teman mereka yang baik meninggal dengan cepat sementara orang-orang yang mereka tidak sukai hidupnya panjang. Sebetulnya tidaklah demikian. Seperti perkataan Einstein mengenai hukum relativitas, orang yang berada dalam kondisi bahagia, seakan-akan waktu berjalan begitu cepat. Sementara orang yang mengalami masalah meskipun hanya beberapa detik mereka akan merasakan begitu lama dan menjenuhkan. Begitu pula dengan orang yang kita temui. Kalau orang tersebut dalam persepsi kita orang baik, menyenangkan, menarik dan simpati. Kita tidak pernah merasa bosan meskipun kita berulang kali bertemu dengannya. Seperti orang yang lagi pacaran. Waktu yang dilaluinya begitu cepat. Padahal dia telah bersama kekasihnya selama 4 (empat) jam. Bagaimana kalau dia berhadapan dengan orang yang dibencinya selama 4 (empat) jam tersebut !” Sementara kita berhadapan dengan orang yang kita benci meskipun kita bertemu hanya beberapa kali terasa terus menerus dan membuat kita merasa tidak nyaman. Seakan-akan dia selalu hadir dalam kehidupan kita padahal hanya beberapa menit saja.
Orang yang pendek umur atau panjang umur tidak ada kaitannya dengan pengertian kebaikan sama sekali. Usia kehidupan ditentukan oleh nilai latihan atas penghindaran dari pembunuhan atau penganiyayaan atas makhluk hidup dan pola hidup yang dijalani saat ini. Selain itu pula kematian dan kehidupan memiliki makna tersendiri, yaitu batas usia kehidupan sebagai manusia dalam keluarga tertentu, keadaan tertentu telah habis. Dengan habisnya masa waktu tidak berarti mereka menghilang begitu saja. Pengertian Buddhis mereka dilahirkan kembali sesuai dengan karmanya kembali. Mereka dapat terlahir di alam penderitaan dan dapat pula terlahir di alam bahagia. Jadi, kematian bukan berakhir segala-galanya. Seperti kata Bhante Viriyanadi Maha Thera, “Kalau umat Buddha mendengar ada orang yang dekat dengannya. Sebaiknya ucapan yang disampaikan bukan turut berduka cita, karena dengan meninggalnya di alam ini mereka kemungkinan dapat terlahir di alam bahagia. Bagaimana disebut berduka sementara mereka bahagia. Karena kematian adalah awal dari kehidupan berikutnya. Beliau menyarankan kepada kita semua sebaiknya untuk mengucapkan kata-kata sebagai berikut : “Turut mendoakan semoga yang meninggal dapat terlahir di alam bahagia.” Ucapan lain “Sabbe Sangkhara Anicca” artinya segala keadaan yang berkondisi adalah tidak kekal. Semua akan mengalami perubahan, tidak ada yang kekal atau bertahan terus menerus.
III.4.2. Karma penguat
Karma ini menguatkan hasil dari karma penghasil. Seperti kisah dewa penghuni istana Lakhuma, saat Monggalana melihat penghuni istana tersebut memiliki keelokan melebihi lainnya, membuat segala penjuru bersinar bagaikan bintang. Monggalana pun bertanya perbuatan apa yang dilakukan olehnya sehingga memiliki keanggungan demikian. Dewa penghuni istana itu pun menjawab, “Ketika saya terlahir sebagai manusia, saya memberikan persembahan makanan kepada pertapa suci/ bhikkhu, pada hari uposatha menjalankan Atthangasila (delapan macam Sila), selalu terkendali oleh kebiasaan-kebiasaan moral, melatih untuk tidak membunuh makhluk-makhluk hidup, tidak mencuri, tidak melakukan perbuatan asusila, tidak berbohong dan minuman yang memabukkan. Karena perbuatan inilah maka keelokkanku sedemikian rupa, karena inilah saya sejahtera di sini dan di sana, muncul apapun sesuai dengan kesenanganku.
Kisah lainnya berkaitan dengan Peta pemburu rusa. Dikatakan bahwa di Rajagaha hiduplah seorang pemburu mencari nafkah dengan menembak dan membantai rusa siang dan malam. Dia memiliki seorang teman, seorang pengikut awam. Pengikut awam ini, walaupun tidak berhasil membujuk agar dia tidak senantiasa melakukan tindakan-tindakan jahat. Tetapi dapat menggugah hatinya untuk berperilaku baik pada malam harinya. Dia berkata, “Ayolah, sahabatku, janganlah menghancurkan kehidupan makhluk hidup pada malam hari.” Pemburu itu pun tidak melakukan pembunuhan pada malam harinya, dia menghancurkan kehidupan makhluk pada siang hari saja. Setelah mati, dia terlahir di alam Vimanapeta di dekat Rajagaha. Dia menjalani penderitaan pada siang harinya, tetapi pada malam harinya dia menikmati kesenangan-kesenangan. Begitu pula dengan mereka yang pada kehidupan lampaunya dia melatih kemurahan hati/ berdana, karena tidak terlahir di alam dewa, dia terlahir di alam manusia dengan diberkahi kekayaan berlimpah ruah. Terkadang kita mungkin melihat dan menyaksikan ada orang yang luar biasa kayanya, usaha yang dijalankan selalu besar dan mendatangkan keuntungan yang tinggi.
Mereka yang menjalankan sila dengan sempurna, pada saat kematian dia dilahirkan kembali di alam manusia di keluarga agung dan memiliki moral yang baik pula. Karena terlahir di keluarga demikian, anak ini pun memiliki potensi kebaikan. Sementara orang yang sangat jahat pada kehidupan sebelumnya dia terlahir di alam manusia dalam keadaan ekonomi yang begitu berat dan dia selalu mengalami rintangan-rintangan hidup.
III.4.3. Karma pelemah
Karma ini melemahkan efek dari karma penghasil. Misalnya orang yang terlahir di keluarga yang tidak mampu. Tetapi anak tersebut berusaha dengan giat dan penuh semangat. Meskipun dia harus menghadapi rintangan berulang kali dalam memperbaiki diri. Baik dari komunitas tempat dia huni maupun masyarakat di sekitarnya. Umumnya orang yang hidup di sana terlibat pada minuman keras, suka berjudi atau terlibat pada perbuatan tercela. Tetapi karena dia memiliki dasar kebajikan yang tersembunyi dia pun dapat membebaskan dari kondisi tersebut. Dia mampu menghadapi semua rintangan dan bahkan dapat tumbuh baik tidak menjadi anak nakal. seperti bunga teratai yang muncul dari permukaan kolam yang keruh. Sehingga dia dapat membebaskan dirinya dari kondisi lingkungan tempat dia huni dan menjadi orang yang berarti. Begitu pun dengan orang yang terlahir di keluarga yang cukup atau kaya. Seharusnya dia dapat menikmati pendidikan dengan baik tetapi karena karma pendukung untuk kepandaian tidak ada. Dia tidak dapat memanfaatkan fasilitas yang dia peroleh.
III.4.4. Karma Penghancur
Karma ini menghancurkan sebab dari akibat yang akan muncul. Seperti suatu keluarga yang miskin, tetapi anak-anaknya pintar dan cantik. Kepandaiannya tersebut menarik hati majikannya. Dia pun dinikahkan dengan anak majikannya dan dipercaya untuk mengelola perusahaan. Dengan masuknya dia di keluarga tersebut, tentunya kehidupan ekonominya pun ikut berubah. Dia tidak lagi miskin tetapi telah menjadi kaya. Kita pun dapat melihat kehidupan orang-orang yang berkecukupan baik dari jabatan maupun kekuasaan yang dimiliki. Tetapi karena dia menyalahgunakan kekuasaan yang dimilikinya. Seharusnya dia dapat bertahan terus-menerus dan dihormati orang. Tetapi karena keserakahan dia melakukan tindakan tidak baik. Akibatnya namanya tercemar dan kekayaannya merosot atau musnah karena disita negara atau instansi tempat dia mengabdi.
IV. PENUTUP
Kemauan/Kehendak Bebas menentukan perjalanan kehidupan kita. Walaupun hidup kita sudah terkondisi pada masa lampau, tetapi sepenuhnya ada di dalam diri kita untuk mengubah kondisi itu dan menciptakan kesejahteraan saat ini dan masa mendatang. KARMA, bukanlah 'NASIB', bukanlah 'TAKDIR' yang tidak dapat diubah. Tidak pula seseorang terikat untuk memetik semua yang telah ditanam dalam proporsi yang sebegitu. Perbuatan (Karma) seseorang pada umumnya tidaklah mutlak tidak dapat diubah; dan hanya sedikit saja yang demikian (tak dapat diubah). Sebagai contoh. jika seseorang menembakkan sebutir peluru dari senapannya. seseorang tak dapat memanggilnya kembali atau membelokkan nya dari sasarannya. Tetapi sebaliknya. jika itu bukan sebuah peluru (bola) timah atau besi yang melesat di udara, melainkan sebuah bola gading di atas papan-bilyar. Seseorang dapat menyusul kan bola lain di belakangnya dengan cara yang sama dan mengubah jalannya.
Meskipun demikian, ada batasan-batasan dalam kehendak bebas itu. Ada empat faktor yang mempengaruhi kehendak bebas, yakni: Karma Individu dari kehidupan Masa Lampau dan Sekarang, Potensialitas dan Kebebasan yang Inheren dalam sifat-dasar diri kita, Pengkondisian dari Luar, dan Karma Kolektif yang telah matang. Potensialitas dan Kebebasan yang Inheren dalam sifat dasar diri kita, maksudnya adalah tiap-tiap individu telah memiliki kebebasan untuk memilih atau menentukan sesuatu. Sedangkan yang dimaksud dengan Pengkondisian dari Luar adalah kondisi lingkungan sekitar yang kita alami, misalnya dengan siapa bergaul, saat hujan, panas, siang, ataupun malam.
Ada 4 (empat) penyebab kehilangan Karma Baik, yaitu : tidak melakukan dedikasi/ pelimpahan jasa kebajikan atas perbuatan-perbuatan baik yang telah dilakukan ; kemarahan ; penyesalan atas perbuatan baik dan menyombongkan diri. Sementara itu ada 5 (lima) komponen kekuatan untuk memurnikan karma negatif : Penyesalan / Pertobatan ; tekad/Aditana untuk tidak mengulangi tindakan merugikan itu lagi ; perbanyak perbuatan baik dan murnikan pikiran ; mengambil perlindungan pada Triratna, dan membangkitkan sifat Welas Asih kepada semua makhluk dan latihan-latihan (Latihan apapun termasuk Namaskara, Meditasi dan Membaca Sutra/ Mantra). Last Updated on Saturday, 29 November 2008 17:01 (Siddhi Surabaya)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)